Diskusi Panel Monash University Ungkap Peran Perempuan dalam Reformasi 1998

Jumat, 02 Juni 2023 - Hendaru Tri Hanggoro

REFORMASI telah bergulir 25 tahun. Dimulai dan dipelopori oleh kaum muda pada 1998, gerakan dan aksi menuntut reformasi masih terus dibahas hingga hari ini. Salah satunya menyangkut peran perempuan dalam aksi protes terhadap pemerintah saat itu.

Untuk mengupas tema itu, Monash University Indonesia menggelar diskusi panel bertajuk "Reformasi: Stories from Women on the Front Line of the 1998 Protest", di Tebet, Jakarta Selatan pada Minggu (28/5). Diskusi panel ini menjadi salah satu program Monash University.

Seperti judulnya, diskusi panel ini memberikan ruang bagi sederet perempuan yang ikut aksi pada 1998 untuk berbagi kisah serta pengalaman mereka.

Dalam perbincangan tersebut, perempuan di aksi Reformasi 1998 bercerita bahwa salah satu tantangan terbesar saat itu adalah sulitnya mengumpulkan informasi.

Pada akhir abad ke-20, internet dan alat digital belum berkembang sebesar sekarang. Oleh sebab itu, infomasi publik tentang isu yang berlangsung saat itu pun jadi lebih terbatas.

Baca juga:

Empat Hari Bersejarah di Gedung DPR jadi Puncak Gerakan Reformasi

reformasi
Saat ini, aksi untuk perubahan tak lagi hanya dilakukan dengan protes di lapangan, tetapi juga bisa melalui komunitas daring. (Foto: Unsplash/Koshu Kunii)

Meski begitu, aksi tersebut nyatanya telah berhasil melahirkan berbagai komunitas dan capaian politik baru di Tanah Air. Misalnya saja partisipasi perempuan di dunia politik Indonesia naik sebesar 12 persen setelah keruntuhan Orde Baru.

Persentase perempuan di legislatif DPR-RI tadinya kurang dari 8 persen. Pada 2019, angka ini meningkat menjadi 20,8 persen.

Dhyta Caturani, Aktivis Kesetaraan Gender dan Pendiri Kolektif Purple Code, menyampaikan bahwa saat ini setiap orang bisa memanfaatkan platform digital saat ini dengan optimal. Melalui kemajuan ini, seseorang bisa membangun komunitas dan berkolaborasi untuk menambah nilai demokrasi di kehidupan masyarakat.

"Kita semua dapat mengambil peran, baik di garis depan maupun belakang, untuk bersama-sama memajukan demokrasi di tengah masyarakat," tutur Dhyta, seperti tersua dalam keterangan resmi Monash University Indonesia kepada Merahputih.com (31/5).

Tentu saja aksi ini bisa dilakukan secara daring maupun luring atau langsung. Indri Saptaningrum, Direktur Institute of Public Policy dan Institute for Advanced Research Universitas Katolik Atma Jaya, menyebut bahwa ide-ide tersebut tidak cukup muncul dan dibahas di satu lingkup saja.

"(Seseorang) juga perlu menghubungkan suara-suara perubahan dalam platform digital dengan aksi nyata di lapangan, demi terciptanya reformasi yang nyata," nasihat Indri.

Oleh sebab itu, reformasi bukan lagi sekadar gerakan aksi atau protes besar-besaran terhadap pemerintah. Setiap aksi kecil dalam komunitas juga bisa tumbuh menjadi reformasi bagi kehidupan politik serta masyarakat.

Baca juga:

AHY Ingatkan Sejarah Reformasi 98 Ketika Pemimpin Lupa Turun Takhta

reformasi 1998
Diskusi panel ini dihadiri banyak aktivis yang turut membahas mengenai topik reformasi. (Foto: Dok. Monash University Indonesia)

Topik dan tema diskusi panel ini sejalan dengan salah satu visi misi Monash University pada 2023, yaitu Thriving Communities atau komunitas yang berkembang.

Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa pascasarjana Monash University Indonesia, para profesional di bidang sosio-politik, dan juga audiens publik berusia 20 hingga 30 tahun.

Ke depannya, para panelis dan Monash University berharap agar bisa melaksanakan diskusi kembali tentang topik nan positif seperti saat ini. Terlebih, diskusi panel pertama tersebut disambut dengan baik oleh banyak pihak saat ini.

"Tanggapan peserta kegiatan luar biasa, kami berharap kegiatan-kegiatan kami seperti hari ini dapat mendorong lebih banyak pembahasan dan riset yang berkontribusi bagi kemajuan Indonesia," tutup Sabina Puspita, Direktur Muda Herb Feith Centre. (mcl)

Baca juga:

Kuldesak, Pemecah Kebuntuan Krisis Film Masa Reformasi



Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan