Dishub DKI Ingin Wujudkan Transportasi Lebih Hijau, Efisien, dan Inklusif
Rabu, 05 November 2025 -
MERAHPUITH.COM - DINAS Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta memaparkan arah kebijakan transportasi Jakarta yang kini berfokus pada integrasi sistem, efisiensi energi, dan peningkatan penggunaan angkutan umum. Salah satunya angkutan Transportasi Jakarta (Transjakarta), dengan transformasi mereka tidak hanya soal peningkatan layanan bus.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta ini juga bagian dari agenda besar menjadikan Jakarta sebagai kota dengan sistem transportasi publik yang bersih, efisien, dan berkelanjutan.
"Pada awalnya, bus Transjakarta menggunakan bahan bakar solar. Namun, sejak 2005 di koridor 2 dan 3 mulai beralih ke BBG mendukung program Langit Biru yang dicanangkan Presiden SBY. Lalu, pada 2014 terbit Perda No 5 Tahun 2014 yang mewajibkan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk angkutan umum," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta Susilo Dewanto di Jakarta, Selasa (4/11).
Susilo melanjutkan, kini Transjakarta memasuki fase baru dengan mengoperasikan armada bus listrik sebagai bagian dari komitmen terhadap energi bersih dan pengurangan emisi.
Baca juga:
Revolusi Transportasi Jakarta: Transjakarta Jadi Penggerak Kota Hijau dan Cerdas
Diharapkan, peralihan ini lebih berkelanjutan jika dibandingkan dengan pengalaman BBG sebelumnya. Transformasi tersebut berjalan seiring dengan upaya membangun sistem transportasi terintegrasi di Jakarta. Susilo menyebutkan pengembangan integrasi telah dilakukan sejak awal berdirinya Transjakarta, dan kini menjadi dasar dari sistem JakLingko.
"Ada enam pilar utama dalam sistem ini yaitu integrasi fisik, integrasi jadwal layanan, integrasi lintasan atau rute, integrasi data dan informasi, integrasi sistem pembayaran, dan integrasi paket tarif," jelasnya.
Dia menambahkan, penerapan sistem tarif maksimum Rp 10.000 untuk perjalanan maksimal tiga jam yang dimulai sejak 2017-2018 merupakan bagian dari strategi agar pengeluaran warga untuk transportasi tetap terjangkau. "Tujuannya agar pengeluaran masyarakat untuk transportasi tidak melebihi 5-10 persen dari pendapatan sehingga lebih banyak dana bisa digunakan untuk kebutuhan lain," ujar Susilo.
Meski demikian, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara keterjangkauan tarif dan keberlanjutan operasional. "Transjakarta tetap harus survive secara bisnis. Oleh karena itu, penentuan tarif harus memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat," tegasnya.
Susilo mengungkapkan Pemprov DKI menargetkan peningkatan signifikan dalam penggunaan angkutan umum dalam dua dekade mendatang. Saat ini share pengguna transportasi publik baru sekitar 22 persen, dengan target naik menjadi 55-60 persen pada 2045-2050
Selain itu, kebijakan transportasi Jakarta di masa depan juga akan menempatkan pejalan kaki dan pesepeda sebagai prioritas utama. Hal ini sejalan dengan upaya mengubah pola mobilitas warga menuju gaya hidup yang lebih sehat dan ramah lingkungan. "Kebijakan transportasi juga menempatkan pejalan kaki dan pesepeda sebagai prioritas utama. Karena itu, pembangunan trotoar dan jalur sepeda terus ditingkatkan," kata Susilo.
Dengan pengalaman panjang dalam membangun sistem transportasi perkotaan, DKI Jakarta kini menempatkan Transjakarta sebagai tulang punggung mobilitas warga sekaligus model integrasi nasional. Susilo menegaskan arah kebijakan transportasi publik Jakarta akan terus diarahkan untuk mendukung kota yang lebih hijau, efisien, dan inklusif, dengan fondasi kuat pada inovasi teknologi dan keberpihakan terhadap warga.
"Harapan di masa depan, sistem transportasi Jakarta bisa seperti Singapura atau Tokyo, di mana mobilitas lebih banyak terjadi di bawah tanah, tapi layanan bus tetap eksis dan mendukung jaringan kereta," pungkasnya.(Asp)
Baca juga:
DPRD DKI Dukung Peningkatan Layanan Transjakarta Menuju 5 Abad Jakarta