Disahkan Usai Lebaran, KUHP yang Baru Bakal Jadi Kado Kemerdekaan RI ke-73

Sabtu, 02 Juni 2018 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali dibahas DPR agar bisa segera disahkan tahun ini. Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Taufiqulhadi optimistis RKUHP bakal disahkan setelah hari raya Idul Fitri 1439 Hijriah.

KUHP yang masih berlaku saat ini memang merupakan warisan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda. Politisi NasDem ini meyakini Indonesia akan memiliki KUHP yang baru bertepatan dengan momentum kemerdedaan Republik Indonesia ke-73.

"Setelah lebaran nanti, itu sudah bisa kita ketuk. Intinya ini akan diketuk lebih awal sebelum 17 Agustus. Sehingga nanti pas tanggal 17 Agustus menjadi kado Kemerdekaan Republik Indonesia," ujarnya dalam diskusi "Berebut Pasal Korupsi?" di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6).

Meski demikian, masih ada pasal yang masih memerlukan kajian kembali. Salah satunya, mengenai hukuman mati. Bahkan, sampai saat ini pembahasan tersebut masih berjalan alot di parlemen. "Menurut kami sudah selesai tapi ada pasal-pasal yang kami anggap memerlukan sebuah keputusan, kajian, masukan lagi seperti hukuman mati," jelas dia.

Taufiq mengungkapkan, bahwa di internal Panja, sudah sepakat hukuman mati masih akan tetap diberlakukan. Namun, Panja akan tetap meminta pendapat dari sejumlah fraksi di DPR dalam rapat pandangan mini. "Seperti hukuman mati, tetap diberlakukan dalam konteks kami di Panja, tetapi kita harus tanyakan ke fraksi juga setuju atau tidak. Itu harus ada keputusan sejumlah pasal itu," ungkapnya.

Politisi NasDem, Taufiqulhadi (MP/Ponco)

Lebih lanjut Taufiq menambahkan, pembahasan RKUHP sudah dibahas sejak lama. Namun, tidak berhasil dirampungkan oleh anggota DPR pada periode sebelumnya. Karena itu, pembahasan RUU pada periode 2014-2019 harus dimulai dari awal lagi.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Refly Harun menjelaskan, di balik target pengesahan tersebut, RKUHP menyimpan sejumlah polemik atas keberadaan pasal-pasal kontroversial di dalamnya. Masalah yang dihadapi dalam rangka mengesahkan RKUHP saat ini adalah masalah teknis dan masalah substantif.

Masalah teknis berkaitan dengan waktu yang masih tersisa untuk membahas sejumlah pasal dalam RKUHP sebelum nantinya disahkan. Menurut Refli waktu yang tersisa saat ini tidaklah cukup bagi para anggota dewan untuk bisa menyelesaikan RKUHP itu sesuai target pada hari peringatan kemerdekaan RI nanti.

Di sisi lain, soal substantif, Refly beranggapan masih banyak perdebatan terhadap sejumlah pasal yang harus segera diselesaikan. Sejumlah pasal kontroversial itu di antaranya pasal penghinaan terhadap presiden, pasal perzinaan, pasal menyasar LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer), dan pasal tentang tindak pidana korupsi (tipikor).

Pada pasal penghinaan presiden, menuai kontroversi karena pasal tersebut pada tahun 2006 lalu pernah dicabut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Komnas HAM beranggapan upaya penghidupan kembali pasal tersebut bisa mengingkari janji demokrasi dan bisa mengancam iklim demokrasi di Indonesia.

Pasal kontroversial lainnya adalah soal perluasan pasal perzinaan dalam RKUHP. Dalam pasal 484 tersebut, dijelaskan laki-laki atau perempuan baik yang terikat perkawinan sah atau tidak terancam hukuman pidana jika melakukan zina. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan