Buzzer Dinilai Ancam Kehidupan Demokrasi

Minggu, 14 Februari 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Kehadiran buzzer di media massa dan sosial dinilai sebagai perusak demokrasi.Fenomena buzzer ini mengancam kehidupan demokrasi, keberagaman dan kebersamaan sebagai bangsa.

Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Romo Benny Susetyo menyoroti fenomena buzzer akan terus terjadi selama pendidikan literasi lemah, pendidikan kritis lemah, dan tidak ada etika dalam hal penggunaan media sosial.

“Hal ini terjadi karena salah satunya kesadaran politik etis enggak ada,” tegas Romo Benny kepada Merahputih.com di Jakarta, Sabtu (13/2).

Baca Juga:

Peneliti Bongkar Pendapatan Buzzer Politik Setara dengan UMR DKI Jakarta

Romo Benny mendorong bagaimana buzzer sebagai medium bisa digunakan untuk menjual sebuah ide/gagasan sehingga yang terjadi di ruang publik adalah adu gagasan.

Romo Benny mengingatkan, jangan sampai orang-orang yang punya gagasan dan memiliki kemampuan, tidak bisa berperan di dalam ruang publik.

Lebih lanjut, Romo Benny berharap para propaganda tidak lagi bicara hal yang negatif, tetapi berbicara hal yang positif, bangsa dan dan negara, kemajemukan, dan keberagaman.

“Kalau bicara buzzer, seharusnya punya komitmen pada masa depan negara, itu di atas segala-galanya. Kalau ruang demokrasi tanpa gagasan maka muncul pemimpin yang kerdil, pemimpin yang dikarbit,” kritik Romo Benny.

Tokoh Pers Rikard Bagun menilai buzzer pada dasarnya negatif. Buzzer per defesini itu artinya negatif, karena tujuannyan mereproduksi kebesingan, bikin kuping pekat.

Media Sosial.
Media Sosial. (Foto: Pixabay)

“Kalau buzzer dilihat sebagai medium maka dia netral. Netralitas bisa dipakai kiri dan kanan, positif dan negatif,” kata Rikard Bagun

Oleh karena itu, ke depan generasi muda harus cerdas dalam menilai informasi sebelum disebarluaskan. Lalu, perlunya pemberian sanksi sosial kepada buzzer.

Ia pun mengajak masyarakat terutama generai muda untuk bijak dan cerdas dalam menyikapi buzzer.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan UU belum mengakomodasi atau mengatur tentang keberadaan buzzer.

Padahal, menurut Advokat Peradi ini, buzzer merupakan fenomena sosial yang punya daya rusak tinggi tetapi belum diatur dalam UU.

“Oleh karena itu, pengaturan dalam bentuk UU diperlukan karena masyarakat sudah menjadi korban dari buzzer,” tegas Petrus. (Knu)

Baca Juga:

Pengamat Kritik Buzzer Piaraan Pemerintah Pecah Belah Rakyat

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan