Belajar dari Perang India-Pakistan, Indonesia Didesak Tentukan Sikap di Tengah Polarisasi Geopolitik Global

Sabtu, 17 Mei 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI-Parlemen Palestina, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti bahwa konflik terkini antara India dan Pakistan mengindikasikan adanya perubahan peta kekuatan global, terutama dalam ranah teknologi persenjataan.

“Kita melihat dari hasil perang itu, ada kemenangan di pihak Pakistan, dan kemenangan itu didukung oleh kekuatan teknologi yang berasal dari China,” ujar Syahrul, Jumat (16//5).

Syahrul mengungkapkan bahwa kemenangan Pakistan dalam perang tersebut didukung oleh superioritas teknologi militer dari Tiongkok. Sebaliknya, India mengalami kekalahan meskipun menggunakan alutsista dari Amerika Serikat dan Rusia.

Menyikapi hal ini, Syahrul mendesak Indonesia untuk mempertimbangkan sumber-sumber persenjataan alternatif, termasuk dari Tiongkok. Langkah ini dianggap penting untuk memperkuat posisi tawar dan pertahanan nasional Indonesia di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dunia.

Baca juga:

Pengusaha Minta Indonesia Tiru India atau Filipina Dalam Terapkan Sistem Outsourcing

Ia menekankan bahwa dalam konfigurasi geopolitik yang semakin terpolarisasi, Indonesia perlu mengambil sikap yang strategis.

Syahrul mengamati bahwa Pakistan mendapatkan dukungan dari Tiongkok dan Rusia, sementara India didukung oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Menurutnya, Indonesia tidak dapat lagi mempertahankan posisi netral tanpa arah yang jelas, melainkan harus merumuskan strategi yang cerdas dalam menentukan sikap.

Lebih lanjut, Syahrul menilai bahwa meskipun kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif, yang membatasi keterbukaan dalam menunjukkan posisi, Indonesia perlu mencari cara agar memiliki daya tawar kerja sama yang kuat, baik dengan Tiongkok maupun Amerika Serikat. Ia mencontohkan Arab Saudi yang memiliki hubungan kuat dengan kedua negara tersebut, sehingga meningkatkan posisi tawarnya.

Syahrul memperingatkan bahwa jika Indonesia tidak mengambil langkah strategis, posisinya akan menjadi lemah dan hanya bergantung pada kekuatan besar. Ia menekankan bahwa sebuah negara akan dihormati ketika keberadaannya dibutuhkan oleh banyak negara lain.

Baca juga:

Tak Cepat Diselamatkan, WNI Berpotensi Ikut jadi Korban Konflik Pakistan vs India

Oleh karena itu, Syahrul berpendapat bahwa Indonesia perlu memperkuat sektor-sektor lain selain alutsista. Ia menyoroti kemandirian Tiongkok dalam produksi berbagai kebutuhan, termasuk pangan, di samping teknologi militernya yang canggih. Ia mengapresiasi langkah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam memajukan kemandirian pangan Indonesia.

Syahrul menjelaskan visinya bahwa jika Indonesia mampu memproduksi kebutuhan konsumsinya sendiri, maka Indonesia akan mandiri. Lebih jauh lagi, jika Indonesia mampu memproduksi apa yang dikonsumsi oleh negara lain, maka Indonesia akan menjadi negara yang maju dan memiliki pengaruh.

Mengakhiri pernyataannya, Syahrul menegaskan bahwa Indonesia perlu memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara mandiri, selain membangun aliansi politik dan kekuatan militer. Ia menyimpulkan bahwa ada tiga sektor krusial yang perlu diproduksi secara mandiri, yaitu pangan, obat-obatan, dan senjata.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan