Ayah pun Andil dalam Menyusui
Selasa, 02 Agustus 2022 -
PEMBERIAN air susu ibu (ASI) secara langsung memang hanya bisa dilakukan seorang ibu. Meski begitu, para ayag juga punya andil besar dalam proses 'mengASIhi' sang buah hati dengan menjadi Ayah ASI. Subkoordinator Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Dr Dewi Primasari menjelaskan, meski tak bisa memberikan ASI, bukan berarti ayah tak bisa membangun bonding (ikatan emosional) dengan anak. "Kami sedang mendorong figur ayah ASI ini muncul karena faktor kestabilan emosi ibu didukung suami," ujar Dewi, Selasa (1/8).
Ia menyampaikan suami harus terus mendukung dan memastikan kenyamanan sehingga ibu senang. Dengam demikian, kebutuhan ibu terpenuhi. Kebutuhan ibu, baik itu nutrisi maupun emosi harus terpenuhi, sehingga ibu tetap bahagia dan bisa memproduksi ASI. "Untuk merangsang produksi ASI, bisa dilakukan pijat oksitosin. Nah, peran ayah sangat dibutuhkan di sini karena bagian yang dipijit itu area punggung ibu. Ada titik-titik tertentu yang harus dibantu ayah untuk memijit," ungkapnya.
Selain itu, tugas-tugas kecil dalam rumah tangga juga bisa ayah ambil alih sebagian. Dengan begitu, para ibu bisa fokus menyusui bayinya. "Hal sepele seperti habis makan cuci piring atau bantu bersih-bersih sedikit. Hal kecil seperti itu akan sangat mendukung ibu supaya tetap nyaman dan bisa memberikan ASI sampai selesai," ujarnya.
BACA JUGA:
Mencegah Post-partum Depression
Proses mengASIhi ini memang bukan hanya penting dalam tumbuh kembang anak, tapi juga berpengaruh terhadap kesembuhan dan kesehatan ibu pascamelahirkan. Apalagi beberapa tempo lalu, muncul berita ibu yang tega membunuh anaknya sendiri karena post-partum depression.
Untuk mencegah terjadinya post-partum depression, Dewi mengatakan, menyusui anak bisa menjadi salah satu solusinya. Sebab, banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh ibu saat menyusui sang anak secara ekslusif. "Pertama, menyusui saat di awal ibu melahirkan itu bisa merangsang terjadinya kontraksi rahim, sehingga rahim ibu itu lebih cepat mengecil. Jika rahimnya mengecil, maka risiko terjadinya perdarahan yang bisa menyebabkan kesakitan bahkan kematian jadi berkurang. Ibu juga jadi lebih cepat pulih," paparnya.
Kemudian, proses menyusui juga membantu ibu menjaga kestabilan berat badan. Ibu yang menyusui memang harus makan lebih banyak, tapi kebutuhan kalori ibu menyusui juga akan dialihkan dalam bentuk produksi ASI. Sehingga berat badannya lebih cepat terjaga dengan catatan pola makannya harus benar.
"Perhatikan prinsip 'isi piringku' yakni berapa persen karbohidrat, protein, dan sayur. ASI sangat dipengaruhi oleh apa yang ibu makan. Untuk ibu menyusui, kami sarankan untuk perbanyak makan protein baik hewani maupun nabati," imbaunya. Prinsip 'isi piringku' yang perlu diperhatikan para ibu menyusui berupa 1/3 pertama diisi oleh unsur karbohidrat. Lalu, 1/3 kedua diisi sayur mayur, dan 1/3 ketiga dibagi dua dengan berisi protein dan buah.
Porsinya pun perlu disesuaikan. Untuk ibu hamil, biasanya dalam sehari membutuhkan 3 porsi makanan besar dan 2 porsi selingan dengan kebutuhan kalori yang lebih banyak, sekitar 500 kalori dibandingkan ibu yang tidak menyusui.
"Selingannya nanti upayakan snack yang bergizi dan bisa memproduksi ASI, seperti kacang-kacangan, sayur, dan buah," katanya.
Manfaat Menyusui bagi Kesehatan Mental Ibu
Selain membantu ibu menjaga kestabilan berat badan, manfaat dari menyusui juga berpengaruh terhadap psikis ibu. Dengan menyusui bisa mengeluarkan hormon endorfin (hormon kebahagiaan), sehingga emosi ibu jadi lebih stabil. "Secara emosional juga bisa meningkatkan bonding dengan anak. Bonding ini diperlukan di masa yang akan datang untuk membangun hubungan dengan anak agar ibu bisa mendampingi anak seterusnya," tutur Dewi.
Ia juga menyampaikan agar para ibu tak perlu risau jika saat baru melahirkan, jumlah ASI yang keluar masih sedikit. Sebab, banyak ibu yang merasa khawatir karena ASInya belum juga keluar pascamelahirkan.
Padahal, ternyata bayi yang baru lahir memang belum membutuhkan banyak ASI. Bahkan, sekitar 10-20 ml di awal-awal kelahiran juga sebenarnya sudah bisa memenuhi kebutuhan bayi. Nantinya, ketika bayi sudah rutin menyusu, produksi ASI ibu akan semakin bertambah pula.
"Jadi memang luar biasa Allah menciptakan sedemikian rupa produksi ASI itu selalu disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Semakin banyak bayi mengonsumsi ASI, maka produksinya pun akan semakin meningkat. Yakinlah jika kebutuhan ASI dari ibu itu cukup untuk bayi," imbuhnya.
ASI ekslusif sebaiknya diberikan kepada bayi sampai berusia 6 bulan. Pada masa-masa awal ASI ekslusif, biasanya diberikan 2-3 jam sekali atau setiap anak haus atau lapar. Setelah masa 6-24 bulan, ASI tetap diberikan, tapi juga disertai makanan pendamping asi (MPASI) yang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap usianya. "Setelah 2 tahun, mulai disapih pelan-pelan dan anak dikenalkan dengan makanan yang sesuai dengan makanan keluarga untuk memenuhi gizi anak," ujarnya.(*)