API Jateng Sebut Ada 10 Perusahaan Tekstil Gulung Tikar

Rabu, 26 Juni 2024 - Ikhsan Aryo Digdo

MerahPutih.com - Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Lilik Setiawan mengungkapkan sebanyak 10 perusahaan tekstil yang tersebar di wilayah Jawa Tengah gulung tikar.

Perusahaan tersebut gulung tikar karena dampak dari predatory pricing yang menyebabkan industri tekstil dalam negeri kalah bersaing.

“Data masuk pada kami sebanyak 10 perusahaan tekstil yang tersebar di wilayah Jawa Tengah mengalami gulung tikar,” ujar Lilik, Selasa (25/6).

Data tersebut juga menunjukkan bahwa dari enam perusahaan tekstil tersebut merupakan perusahaan besar. Jumlah karyawan yang terdampak juga cukup signifikan.

Baca juga:

4 Strategi Pemerintah Tingkatkan Ekspor Industri Tekstil dan Produk Tekstil

“Mungkin dari enam perusahaan besar itu jumlahnya ada sekitar 7.000 karyawan atau lebih. Salah satunya di Ungaran, Semarang jumlahnya cukup banyak juga kena dampak,” katanya

Seiring dengan kian terpuruknya sektor industri tekstil dan produk tekstil, lanjut dia, membuat jumlah perusahaan tekstil yang gulung tikar bertambah. Liliek menyebut penutupan pabrik tekstil di wilayah Jawa Tengah, di antaranya berlokasi di wilayah Solo Raya.

“Jadi total yang masuk anggota API dan kemarin melakukan penutupan usaha sudah ada 10 perusahaan,” katanya.

Dia menjelaskan perusahaan di Soloraya yang paling banyak di Karanganyar dan Boyolali terkena dampak lesunya tekstil.

Baca juga:

Penurunan Daya Beli Bikin Pasar Domestik Tekstil Melemah

Menurut dia, perusahaan-perusahaan tekstil di Jawa Tengah itu tutup karena dampak dari sistem perekonomian yang gagal untuk memproteksi pelaku maupun pasar dalam negeri. Dengan sistem seperti itu maka yang terjadi saat ini tidak sekadar dumping tetapi juga sudah mencakup predatory pricing karena sesuatu yang tidak sehat.

Ia menambahkan predatory pricing sudah pasti seharusnya tidak diterima karena ujung-ujungnya akan mematikan UMKM, bukan hanya industri besar. Diperparah lagi kondisi pasar ekspor tekstil di Eropa juga sama lesunya.

“Dampak dari perang Rusia dan Ukraina yang tidak selesai, juga diperparah dengan sepinya pasar akibat pergeseran prioritas untuk belanja tekstil di pangsa pasar Eropa,” pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan