Agus Salim Pemuda yang Gigih Menimba Ilmu
Jumat, 13 Februari 2015 -
MerahPutih Nasional - Melihat kegigihan dan kesederhanaan para tokoh republik ini di awal kemerdekaan sepertinya sangatlah berbanding terbalik jika kita melihat tampilan para pejabat yang kini hidup hanya sebagai penikmat kemerdekaan.
Salah satu tokoh besar yang banyak mengajarkan tentang kesederhanaan dalam hidup adalah Agus Salim. Kemauan yang keras untuk menimba pengetahuan, ketegasan dalam bersikap, kepiawaiannya dalam berdiplomasi dengan negara asing serta kesederhanaan hidup seakan menyempurnakan sosok Agus Salim yang layak disebut Guru Bangsa ini.
Terlahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran") Agus Salim lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda pada tanggal 8 Oktober 1884. Pergantian nama dari Masqudul Haq menjadi Agus Salim ternyata memiliki kisah tersendiri. Dalam buku Haji Agus Salim terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1985, disebutkan masa kecil Agus Salim oleh pengasuhnya yang berasal dari Jawa Masqudul Haq selalu dipanggil dengan sebutan “Gus”. Ternyata panggilan itu menjadi populer di sekolahnya. Sedangkan nama Salim berasal dari nama belakang ayahnya. Jadilah nama Agus Salim.
BACA JUGA: Mobil DeSoto yang Selalu Temani Bung Hatta
Pendidikan Agus Salim dimulai dari Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah khusus anak-anak Eropa. Jabatan ayahnya yang sebagai seorang jaksa saat itu tergolong kedudukan yang cukup tinggi bagi pribumi. Faktor itulah yang membuat Agus Salim bisa diterima di ELS.
Lulus dari ELS Agus Salim pun merantau ke Batavia. Perantauan itu harus terjadi jika dia benar-benar ingin melanjutkan pendidikan karena di Bukittinggi belum ada sekolah lanjutan setelah ELS. Ia pun berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Sedikitnya tujuh bahasa asing yakni Arab, Belanda, Inggris, Turki, Prancis, Jepang dan Jerman ia kuasai. Kemampuannya itu sangat sulit disamakan dengan tokoh republik lain saat itu.
Semula, Agus Salim hendak melanjutkan studi kedokteran di negara Belanda. Namun niat tersebut diurungkannya karena bantuan pemerintah Belanda dianggap sangat menyinggung harga dirinya.
BACA JUGA: Pangeran Diponegoro Bukan Sekedar Pejuang Kemerdekaan
Kepiawaian Agus Salim dalam berbahasa asing membuat pihak penjajah Belanda mempekerjakannya sebagai seorang karyawan Konsulat Belanda yang berada di Jeddah, Arab saudi dalam kurun waktu tahun 1906 sampai 1911.
Selama di tempatkan di Jeddah, Agus Salim banyak menimba ilmu lewat pamannya yang bernama Syeikh Khatib al-Minangkabawi yang kala itu itu menjadi Imam di Masjidil Haram. Lewat pamannya tersebut, Salim banyak mendalami pengetahuan berdiplomasi dan studi hubungan Internasional. Ilmu yang di kemudian hari memegang peranan penting saat Agus Salim membawa nama Republik Indonesia berdiplomasi di kancah Internasional.
Selain terus mengasah kecakapan ilmu berdiplomasi, Agus Salim pun mepelajari dengan seksama perihal tata niaga, serta seluk beluk perdagangan. Dua hal tersebut banyak memberinya masukan kala dirinya membesarkan Sarekat Islam bersama HOS Cokroaminoto.
Hampir semua prestasi yang dilakukan Agus Salim merupakan kemauan kerasnya untuk belajar yang di pupuk sejak usia dini.
Sejarah mencatat Agus Salim pernah menggelorakan semangat perjuangan lewat tulisan-tulisannya semasa ia menjadi jurnalis. Seperti apa kiprahnya dalam dunia jurnalistik? Dapat disimak dalam tulisan Agus Salim, jurnalis yang berjuang lewat pena. (man)





 
           
           
           
          