Advokat Usul RUU KUHAP Atur Hak Tersangka dan Sumpah Hakim sebelum Putusan Dibacakan

Senin, 10 November 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - ADVOKAT dari Forum Advokat Pembaharuan Hukum Acara Pidana (HAP) Windu Wijaya mengusulkan sejumlah penguatan terhadap hak-hak tersangka serta penegasan norma etik hakim dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Usul tersebut disampaikan Windu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/11).
?
Dalam paparannya, Windu menekankan pentingnya memperkuat posisi tersangka agar proses penyidikan berlangsung dengan adil, transparan, dan berprinsip pada kemanusiaan.
?
“Kami mengusulkan adanya penguatan terhadap tersangka, terutama dalam proses penyidikan. Tersangka harus diberikan hak untuk diperiksa penyidik yang profesional dan berintegritas,” ujar Windu.
?
Ia juga menegaskan tersangka berhak menjalani pemeriksaan tanpa kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik, verbal, maupun psikis. Kata dia, kekerasan dalam proses hukum tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga dapat merusak integritas penyidikan.
?

Baca juga:

DPR Desak Perlindungan Hukum dan Jaminan Kesejahteraan yang Mendesak Bagi Anggota Polri dalam Pembahasan RUU KUHAP


Selain itu, Forum Advokat HAP juga mengusulkan agar tersangka diberikan hak untuk mengajukan permohonan pergantian penyidik dengan alasan yang jelas. Permohonan tersebut, lanjut Windu, wajib dipertimbangkan pimpinan penyidik atau pejabat yang berwenang. “Kami juga mengusulkan agar tersangka dapat mengajukan pengaduan tertulis terhadap proses pemeriksaannya dan wajib menerima jawaban tertulis atas pengaduan itu dalam jangka waktu 10 hari sejak pengaduan diterima,” katanya.
?
Menurut Windu, usul tersebut bukan dimaksudkan untuk memperlambat proses hukum, melainkan justru untuk meningkatkan kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi aparat penegak hukum. “Penguatan hak-hak tersangka sebagaimana kami usulkan tidak akan menghambat penegakan hukum. Sebaliknya, ini akan memperkuat kepercayaan publik dan memastikan penyidikan berlangsung dengan prinsip kemanusiaan, keadilan, dan transparansi,” tegasnya.
?
Tak hanya itu, Windu juga menyoroti pentingnya penguatan norma etik dan spiritual dalam sistem peradilan pidana, khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab moral hakim dalam menjatuhkan putusan. Ia mengusulkan agar RUU KUHAP memuat ketentuan khusus tentang pembacaan sumpah oleh majelis hakim sebelum membacakan putusan pidana.
?
“Kami mengusulkan rumusan norma bahwa sebelum membacakan putusan, majelis hakim wajib mengucapkan sumpah di hadapan penuntut umum dan terdakwa. Sumpah itu berbunyi: ‘Demi Allah, demi Tuhan, saya bersumpah bahwa putusan yang saya bacakan merupakan hasil dari pertimbangan hukum yang objektif dan berdasarkan keadilan tanpa pengaruh atau imbalan dari pihak mana pun, serta saya mengambil keputusan ini dengan penuh tanggung jawab dan integritas',” jelasnya.
?
Menurut Windu, meskipun sumpah jabatan hakim sudah mencakup prinsip keadilan dan imparsialitas, sumpah tambahan sebelum pembacaan putusan memiliki makna simbolis dan psikologis yang penting bagi para pihak yang berperkara. “Sumpah ini memiliki fungsi tambahan yang lebih spesifik bagi setiap perkara. Ketika terdakwa dan jaksa mendengar hakim mengucapkan sumpah sebelum putusan, mereka akan memiliki rasa percaya bahwa keputusan diambil secara objektif dan tanpa intervensi dari luar,” ujarnya.
?
Windu menegaskan, reformasi hukum acara pidana bukan hanya soal memperkuat aturan teknis, melainkan juga memulihkan nilai moral dan keadilan substantif dalam praktik peradilan.
?
“Dengan memperkuat hak tersangka dan mempertegas tanggung jawab moral hakim, kita sedang membangun keadilan yang bukan hanya formal, tetapi juga bermartabat,” pungkasnya.(Pon)

Baca juga:

DPR Belum Bawa RUU KUHAP ke Rapat Paripurna Buat Disetujui

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan