Perempuan Antikorupsi: Jangan Lemahkan KPK!
Perempuan Antikorupsi di kantor ICW. (MP/Ponco Sulaksono)
Di tengah pengusutan perkara megakorupsi e-KTP, KPK harus menelan pil pahit. Pasalnya, salah seorang penyidik senior KPK Novel Baswedan secara tiba-tiba disiram air keras pada wajahnya oleh orang tak dikenal pada Selasa (11/4) lalu.
Sudah dua minggu berjalan, belum terlihat titik terang tentang serangan dan teror terhadap penyidik lembaga antirasuah tersebut.
Di kantor Indonesia Corruprion Watch (ICW), dorongan pengusutan datang sejumlah perempuan yang menamakan diri Perempuan Antikorupsi. Mereka di antaranya mendesak Presiden Jokowi membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelesaikan kasus teror terhadap Novel Baswedan.
Salah satunya datang dari eks anggota pansel calon pimpinan (capim) KPK Betti Alisjabana. Ia mengatakan, serangan kepada Novel bukan pertama kali terjadi. Setidaknya, sudah empat kali upaya untuk mencelakakan penyidik Novel.
"Ada banyak serangan yang diarahkan ke KPK dan para penyidiknya. Saya melihatnya ini sebuah teror. Sekarang sudah 12 hari, kita belum melihat suatu titik terang," kata Betti di kantor ICW, Kalibata Timur, Minggu (24/4).
Menurut Betti, jika penegak hukum tidak mampu mengungkap siapa di balik peristiwa ini, hal itu dapat terus berulang dan berimplikasi kepada terhambatnya proses pemberantasan korupsi.
"Presiden Jokowi harus memberi perhatian penuh dan memastikan proses penyidikan dilakukan secara kredibel. Jangan sampai kasus ini terlupakan tanpa tahu siapa dalangnya. Gak boleh dilihat ini kasus kriminalitas biasa," ucapnya.
Selain itu, rencana pengajuan hak angket oleh DPR kepada KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani adalah bentuk intervensi dari lembaga legislatif tersebut kepada KPK. "Kami melihat ini mengarah kepada terjadinya konflik kepentingan dan intervensi proses hukum di KPK," tegas Betti.
Sementara itu, Direktur Migran Care Anis Hidayah menyatakan, Perempuan Antikorupsi ingin mendorong gerakan perempuan melakukan gerakan yang lebih massif untuk memastikan kasus Novel agar tidak mati suri.
"Kita juga ingin mendorong ini tidak dipersonifikasi, bukan soal individu penyerangan Novel, tapi soal upaya pelemahan KPK. Ini juga akan menguji publik, seberapa kuat berkonsolidasi dan juga mengatakan kita ada di belakang KPK untuk dukung proses pemberantasan korupsi," katanya.
Ia menilai, penegak hukum yang menangani kasus Novel sangat lamban untuk mengungkap siapa pelaku dan aktor intelektual di balik teror tersebut. Menurut Anis, motif sesungguhnya dari teror untuk menggembosi pemberantasan korupsi.
"Penting bagi presiden bertindak jauh lebih tegas dan sampaikan ke penegak hukum kalau kasus ini harus jadi prioritas. Ketika penyidik KPK punya hambatan, bukan gak mungkin kasus yang ditangani KPK alami hambatan," pungkasnya.
Melihat sejumlah upaya pelemahan terhadap KPK, Perempuan Antikorupsi mendesak tiga hal, yakni presiden segera membentuk TPF kasus teror terhadap Novel Baswedan, KPK untuk menyelidiki kasus yang menimpa Novel dengan menggunakan Pasal 21 UU Tipikor, kemudian yang terakhir DPR agar membatalkan rencana hak angket kepada KPK. (Pon)
Baca juga berita lain tentang Perempuan Antikorupsi dalam artikel: ICW Sebut Hak Angket Kepada KPK Bentuk Arogansi DPR
Bagikan
Berita Terkait
KPK Ungkap OTT Bupati Ponorogo Terkait Mutasi dan Promosi Jabatan
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
KPK Amankan Dokumen dan CCTV Usai Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid
KPK Duga Legislator NasDem Satori Terima Duit Selain CSR BI-OJK, Dipakai Buat Beli Mobil
Laporkan Kekayaan Rp 3,08 Triliun ke KPK, Denny JA: Keterbukaan Adalah Spirit Kepemimpinan
KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid, Lanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi
Gubernur Riau Pakai Duit Pemerasan Buat Jalan Jalan ke Luar Negeri
KPK Didesak Usut Dugaan Kejanggalan Saham Jiwasraya, Nilai Kerugian Capai Rp 600 Miliar
Rumah Hakim Tipikor Medan Terbakar Jelang Tuntutan Kasus Korupsi Jalan di Sumut, Eks Penyidik KPK: Perlu Penyelidikan Mendalam
Kasus Dugaan Korupsi Whoosh: KPK Jamin Penyelidikan Tetap Jalan, Tak Ada Intervensi Presiden