Pengacara Terdakwa Kasus Jiwasraya Sebut Dakwaan Jaksa Cacat


Logo Jiwasraya (ANTARA)
MerahPutih.com - Penasihat hukum komisaris utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Soesilo Aribowo menilai, penerapan pasal dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi PT Jiwasraya tidak tepat alias cacat.
Pasalnya, perbuatan yang dituduhkan tim jaksa merupakan domain atau ranah pasar modal bukan tindak pidana korupsi. Karenanya, penyelesaian kasus ini harus menggunakan UU pasar modal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekarang.
Baca Juga:
Kasus Jiwasraya, Benny Tjokro dkk Didakwa Rugikan Negara Rp16,8 Triliun
“Sudah sejak awal saya katakan, ini persoalan pasar modal. Hampir 100 persen dakwaan adalah terkait pasar modal. Sehingga, sangat tepat kalau UU yang digunakan adalah UU pasar modal dan OJK. Keduanya, yang punya kewenangan,” kata Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6).
Diketahui, kasus Jiwasraya ini, JPU menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Adapun untuk perkara TPPU, Jaksa mendakwa dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Soesilo, penerapan pasal itu kurang tepat karena sejumlah data dan fakta yang tidak sesuai dalam dakwaan tersebut. Salah satunya, surat dakwaan tak secara jelas menguraikan perbuatan materiil apa yang dilakukan sehingga dituduh korupsi sejak 2008 sampai 2018.
“Kami sangat mengapresiasi Kejaksaan Agung yang membuka kasus ini agar menjadi terang benderang. Namun, kami harapkan agar pasal yang didakwakan sesuai,” jelas dia.

Soesilo mengaku, tim PH akan membuktikan kliennya tak bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi di Jiwasraya karena memang perannya selaku emiten sama sekali tidak berhubungan dengan perbuatan yang didakwakan. Apalagi, proses jual beli saham TRAM dan PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) oleh Jiwasraya sudah memenuhi ketentuan regulator.
Adapun penurunan nilai saham milik Heru setelah dibeli Jiwasraya, lanjut Soesilo, merupakan bagian mekanisme pasar. Hal itu risiko bagi investor jika berinvestasi pada instrumen saham.
Soesilo juga membantah dugaan kongkalikong antara manajemen Jiwasraya dan Heru dalam penentuan harga saham sehingga Jiwasraya beli di harga tinggi.
“Tidak ada penentuan harga saham, itu murni pasar. Kami juga mematuhi undang-undang pasar modal dan OJK,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, penyelesaian follow the money daripada follow the suspect bisa menyelesaikan kasus ini. Hal ini penting agar penegakan hukum tidak justru membebani pemerintah karena dampak kasus Jiwasraya yang dikorupsikan telah terasa di pasar modal.
Padahal, tidak semua yang mengandung kerugian negara adalah korupsi atau melawan hukumnya harus bersifat pidana, bukan perdata.
“Kurun waktu 2008-2018 PT Asuransi Jiwasraya tidak rugi. Kalaupun misalnya ada kerugian itu kerugian nasabah, gagal bayar kepada nasabah dan kalau JPU mau menghitung, harusnya dihiutng di akhir tahun 2018 saat para Direksi ini selesai menjabat,” ujarnya.
Baca Juga:
Pengunjung Sidang Jiwasraya Berdempetan, Abaikan Protokol Kesehatan
Soesilo mengatakan, dalam menentukan kerugian negara semestinya per person, tidak bisa di total bersama-sama. Pasalnya, pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana tidak dikenal tanggung renteng. Demikian juga, dalam menghitung kerugian negara dalam kasus Jiwasara.
“Tidak bisa menggunakan metode total loss,” terangnya.
Kendalanya, saham dan efeknya masih di PT Asuransi Jiwasraya sekarang, sehingga tidak nyata dan tidak pasti. Karena itu, perbuatan direksi PT Asuransi Jiwasraya merupakan bagian pelaksanaan dari anggaran dasar PT Asuransi Jiwasraya, yang telah dilakukan secara proper dan mendapatkan pembebasan tanggung jawab pemegang saham dalam RUPS.
“Dan itu dilindungi UU,” Kata Soesilo.
Lebih lanjut, dia mengatakan penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada terdakwa berlebihan. Sudah terdapat Pasal 18 UU Tipikor mengenai uang pengganti dan uraian tahapan TPUU tidak jelas sama sekali, penempatan (placement)-pemisahan (layering) dan integrasi.
“Dengan demikian, penyidik tidak bisa menyita, apalagi sampai merugikan pihak ketiga sebagai bagian dari pemegang saham korporasi yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini,” tutup Soesilo. (Pon)
Baca Juga:
Pekan Depan Pengadilan Tipikor Gelar Sidang Korupsi Jiwasraya
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Tanggapi Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim, Kejagung: Itu Hak Tersangka

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Rudy Tanoesoedibjo

Bupati Manokwari Hermus Indou Dilaporkan ke KPK terkait Dugaan Korupsi

KPK Periksa Bupati Pati Sudewo, Dalami Dugaan Fee Proyek DJKA yang Mengalir ke DPR

Riza Chalid Diduga ‘Bersembunyi’ di Malaysia, Mabes Polri Segera Terbitkan Red Notice

Bupati Pati Sudewo Irit Bicara Usai Diperiksa KPK 5 Jam terkait Kasus Korupsi Proyek DJKA

KPK Kembali Periksa Bupati Pati Sudewo terkait Kasus Korupsi DJKA

Mencegah Kesucian Ibadah Tercoreng, KPK Diminta Tuntaskan Skandal Korupsi Kuota Haji Secepatnya

Guru Besar UNS: RUU Perampasan Aset Permudah Sita Aset Hasil Korupsi di Luar Negeri

Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji
