Menkes Beberkan Alasan Penilaian E Penanganan COVID-19 DKI


Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengenai penilaian kinerja penanganan pandemi tingkat provinsi pada Jumat (28/5/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)
MerahPutih.com - DKI Jakarta menjadi provinsi dengan level terendah yakni nilai E dalam penilaian kualitas pengendalian pandemi COVID-19.
Penilaian dilakukan berdasarkan laju penularan dan level respons secara metrik. Termasuk kapasitas level untuk melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan pandemi.
Kisaran nilai paling baik adalah A dan paling buruk E.
Baca Juga:
DPRD Sebut Penilaian Kemenkes atas Penanganan COVID-19 DKI Lukai Nakes
Penilaian yang diterima DKI ini menjadi pertanyaan publik.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, data-data dan angka merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman dari WHO terbaru yang digunakan sebagai analisis internal di Kementerian Kesehatan.
Tujuannya untuk melihat persiapan Indonesia menghadapi lonjakan kasus COVID-19 sesudah libur Lebaran.
“Kami lagi mempelajari bagaimana penerapannya apakah cocok atau tidak, dan kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah. Baik itu provinsi, kabupaten, dan kota,” kata Budi saat konferensi pers secara virtual tentang “Klarifikasi Kategorisasi dalam Penilaian Situasi Provinsi”, Jumat (28/5).
Budi menegaskan, indikator penilaian tersebut bukan terkait penilaian kinerja dari daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan secara internal untuk melihat laju penularan pandemi. Termasuk bagaimana harus merespons serta kesiapan kapasitas responsnya masing-masing daerah.
"Baik itu provinsi atau kabupaten/kota, sehingga kita bisa melihat intervensi dan bantuan apa yang sedang dilakukan,” ucap Budi.

Menurut dia, indikator penilaian tersebut masih didalami oleh Kemenkes untuk melihat faktor-faktor lain.
Misalnya berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk bisa memperbaiki respons atau intervensi kebijakan atau program yang bisa dilakukan dalam rangka mengatasi pandemi.
Selama pandemi berlangsung, menurut Budi, tidak ada negara di dunia termasuk organisasi seperti WHO yang sudah menemukan resep komprehensif dan 100 persen dapat mengatasi pandemi.
Namun, semua negara dan organisasi seluruh dunia masih terus melakukan modifikasi dari kebijakan serta intervensi untuk mencari kebijakan paling pas mengatasi pandemi.
“Ada kebijakan yang tadinya kita anggap baik, tetapi 6 bulan kemudian ada mutasi virus yang baru,” kata Budi.
Baca Juga:
Menkes Minta Maaf Beri Nilai E soal Penanganan Corona di DKI
Budi menyatakan, Indonesia sudah banyak melakukan hal baik dan benar. Namun, masih banyak sekali kesempatan untuk memperbaiki diri.
Dalam hal ini, bagi daerah-daerah yang baik implementasinya. harus melakukan modifikasi berdasarkan kondisi sosial dan politik.
“Kalau kerja sama ini kita bisa rajut dengan baik, maka kesempatan kita untuk mengatasi pandemi ini yang memberikan dampak negatif bisa di atas,” ujar Budi. (Knu)
Baca Juga:
Pengendalian COVID-19 DKI Dapat Nilai E, PSI Minta Anies Tarik Rem Darurat
Bagikan
Berita Terkait
Kurikulum Baru untuk Bidan Diluncurkan, Kado untuk Hari Bidan Nasional 2025

Gerakan Berhenti Merokok Prioritaskan Turunnya Angka Perokok Pemula di Indonesia

Fase Pemulangan Haji Dimulai, DPR Minta Kemenkes Awasi Kesehatan Jemaah

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin

Waspada Varian COVID-19 XEC dan JN.1: Begini Perbandingan Tingkat Keparahannya

Kemenkes Keluarkan SE Kewaspadaan COVID-19 Buntut Kasus Negara Tetangga Naik

Kemenkes Diminta Perbaiki Komunikasi dengan Organisasi Profesi

Pemanfaatan Ganja Medis di Indonesia, BNN: Perlu Kajian dan Riset Mendalam untuk Pengobatan

Maraknya Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter, Wamenkes Sebut akan Terapkan Tes MMPI saat Proses Seleksi
