Tradisi

Menghitung Hari Baik dan Nahas pada Masyarakat Baduy

Muchammad YaniMuchammad Yani - Rabu, 28 Juli 2021
Menghitung Hari Baik dan Nahas pada Masyarakat Baduy

Alat Kolénjér yang digunakan masyarakat Baduy. (Foto: Elis Suryani Nani Sumarlina)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

DI Baduy ada dua alat penting untuk menghitung hari baik dan nahas. Kedua alat ini bernama kolecer dan sastra yang masing-masing berperan meramalkan nasib, termasuk untuk menghindari hari sial.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Elis Suryani Nani Sumarlina menjelaskan,
kolénjér merupakan alat perhitungan yang terbuat dari kayu. Alat tersebut diberi lubang yang tidak tembus, berupa titik dan garis yang membentuk kotak tertentu.

Jumlah titik-titik dan garis-garis dalam satu kotak mempunyai arti dan tafsiran tersendiri. Demikian pula dengan semua tanda yang digoreskannya tertera ukuran hari yang memiliki nilainya masing-masing, begitu juga dengan pasarannya.

Baca juga:

Taksu Ubud Angkat Keindahan Seni dan Budaya Bali

Penggunaan penghitungan kolénjér adalah hari Ahad, bernilai 5, sebutannya (Hadma); Sénén = opat ‘empat’ (Nenpat); Salasa = tilu ‘tiga’ (Salu); Rebo ‘Rabu’ = tujuh (Bojuh); Kemis ‘Kamis’ = dalapan ‘delapan’ (Mispan); Jumaah ‘Jumat’ = genep ‘enam’ (Manep); dan Saptu ‘Sabtu’ = salapan ‘sembilan’ (Tupan).

Pasaran dalam perhitungan kolénjér memiliki nilai. Pahing bernilai dalapan ’delapan’ dengan nama sebutannya Papan; Pon = opat ‘empat’ (Ponpat); Wagé = tujuh (Wajuh); Kaliwon ‘Kliwon’ = salapan ‘sembilan’ (Wonpan); dan Manis = lima (Nisma).

Paduan hitungan nilai hari dan pasarannya dapat diketahui bahwa pekerjaan, maksud, atau keinginan baik tidaknya suatu hajat dilaksanakan.

Ada dua benda yang dipakai suku Baduy untuk menghitung hari baik dan hari sial. (Foto: Pixabay/Saatra digunakan dalam berbagai keperluan, salah satunya bertani. (Foto: Pixabay/panjiarista)
Ada dua benda yang dipakai suku Baduy untuk menghitung hari baik dan hari sial. (Foto: Pixabay/Saatra digunakan dalam berbagai keperluan, salah satunya bertani. (Foto: Pixabay/panjiarista)



Menurut kepercayaan masyarakat Baduy, setiap orang memiliki hari nahas atau sialnya masing-masing. Untuk mengetahui “hari sialnya” dapat dilakukan dengan perhitungan nama orang yang bersangkutan.

“Dengan demikian, setiap orang yang bermaksud melaksanakan pekerjaan penting dan besar, seperti pernikahan, berpergian, mendirikan rumah, dan sebagainya selalu harus dicari hari baiknya agar niatnya itu dapat berjalan dengan baik,” tutur Elis Suryani Nani Sumarlina.

Sementara sastra adalah alat perhitungan yang terbuat dari sebilah bambu yang digunakan untuk menentukan sikap dan tindakan berdasarkan sifat yang terdapat dalam diri manusia.

Baca juga:

Upacara Yadnya Kasada Digelar dengan Prokes Ketat

Pada bagian punggung sastra, yakni hinis ‘sembilu’ diberi garis-garis dengan goresan memanjang, terbagi atas 20 bagian dan setiap bagian itu memiliki garis dengan jumlah yang tidak sama, berkisar antara 1 sampai 9 buah garis.

“Pembagian tersebut mengacu kepada aksara Cacarakan (Hanacaraka) yang digunakan dalam perhitungan berdasarkan urutan aksara tersebut, yakni aksara /ha/ sampai /nga/,” terang Elis.

Urutan pertama dimulai dari ujung pegangan sastra yang dinyatakan dengan garis-garis, dan setiap ruang dibatasi oleh bulatan kecil.

Urutan aksara dan jumlah garis menunjukkan nilai dari aksara Cacarakan dimaksud. Misalnya ha nilainya 4; na = 3; ca = 3, ra = 2; ka = 2; da = 3; ta = 3; sa = 2; wa = 4; la = 5; pa = 2; dha = 5; ja = 3; ya = 8; nya = 9; ma = 1; ga = 7; ba = 5; tha = 6; dan nga = 6.

Siapa pun orangnya dapat dihitung dan dicocokkan waktunya berdasarkan maksud dan keinginannya. Selain itu, dapat juga dihitung hari baik untuk melaksanakan pekerjaannya.

Saatra digunakan dalam berbagai keperluan, salah satunya bertani. (Foto: Pixabay/panjiarista)
Saatra digunakan dalam berbagai keperluan, salah satunya bertani. (Foto: Pixabay/sasint)



Demikian halnya dengan hari nahas, sehingga orang dapat menghindari tindakan tertentu lewat baik buruknya suatu tindakan yang akan dilakukannya.

Sastra dapat digunakan untuk beragam keperluan, di antaranya menentukan hari baik untuk melaksanakan perkawinan atau hajatan lainnya dengan cara mencari hari nahas. Hal ini dilakukan agar hajatan yang akan berlangsung berjalan dengan selamat dan lancar.

Sastra juga dipakai untuk menentukan kegiatan berhuma atau berladang, utamanya untuk mengetahui kapan kegiatan itu bisa dimulai. Hal ini bertujuan agar bisa menghindari salah tindak dan mengurangi risiko yang mungkin akan timbul akibat salah tindak tersebut, sehingga kapan kegiatan itu dimulai perlu diperhitungkan terlebih dahulu dengan cermat.

“Dasar perhitungannya ialah dengan cara menjumlahkan nilai nama dari suami istri yang bertanggung jawab atas kegiatan itu. Untuk huma sérang ‘ladang suci’, maka nama suami istri Girang Serat ‘dalam hal ini pelaksana upacara’ dihitung dan dijumlahkan. Kemudian jumlah aksara ditambah satu, dikurangi oleh jumlah kedua nama suami istri tersebut, sehingga diperoleh angka yang menunjukkan hari naasna ‘sialnya’,” papar Elis. (Imanha/Jawa Barat)

Baca juga:

Makna di Balik Prosesi Pernikahan Betawi

#Tradisi #Budaya
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Indonesia
Pramono Sebut Jakarta Harus Punya Lembaga Adat Betawi, Jadi Identitas Kuat sebagai Kota Global
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung mengatakan, bahwa Jakarta harus punya lembaga adat Betawi. Hal itu bisa menjadi identitas kuat sebagai kota global.
Soffi Amira - Jumat, 22 Agustus 2025
Pramono Sebut Jakarta Harus Punya Lembaga Adat Betawi, Jadi Identitas Kuat sebagai Kota Global
Tradisi
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem
Tradisi sebaran apem Yaa Qowiyyu merupakan peninggalan leluhur yang perlu dilestarikan.
Ananda Dimas Prasetya - Sabtu, 09 Agustus 2025
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem
Indonesia
Keberagaman budaya Indonesia Masih Jadi Magnet Bagi Wisatawan Mancanegara
Politisi PKB itu mengapresiasi langkah Kemenpar dan Kementerian Kebudayaan (Kemenkebud) yang berkolaborasi dalam mengedepankan budaya sebagai daya tarik pariwisata Indonesia.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 28 Juli 2025
Keberagaman budaya Indonesia Masih Jadi Magnet  Bagi Wisatawan Mancanegara
Indonesia
Genre Imajinasi Nusantara, Lukisan Denny JA yang Terlahir dari Budaya Lokal hingga AI
Genre Imajinasi Nusantara merupakan lukisan karya Denny JA. Lukisan ini tampil sebagai manifesto estetika digital Nusantara.
Soffi Amira - Minggu, 20 Juli 2025
Genre Imajinasi Nusantara, Lukisan Denny JA yang Terlahir dari Budaya Lokal hingga AI
Indonesia
Menbud Pastikan Pacu Jalur yang Kini Viral Sudah Lama Masuk Daftar Warisan Budaya Takbenda Nasional
Posisi Anak Coki di Pacu Jalur ini umumnya diisi anak-anak yang kini tariannya menjadi viral secara global.
Wisnu Cipto - Selasa, 08 Juli 2025
Menbud Pastikan Pacu Jalur yang Kini Viral Sudah Lama Masuk Daftar Warisan Budaya Takbenda Nasional
Indonesia
Pemprov DKI Segera Rampungkan Perda yang Melarang Ondel-ondel Ngamen di Jalan, Rano Karno: Mudah-mudahan Sebelum HUT Jakarta
Perda yang tengah disusun tersebut bakal menjadi dasar hukum pelestarian budaya Betawi yang lebih terstruktur dan spesifik, termasuk di dalamnya mengatur seni ondel-ondel.
Frengky Aruan - Senin, 09 Juni 2025
Pemprov DKI Segera Rampungkan Perda yang Melarang Ondel-ondel Ngamen di Jalan, Rano Karno: Mudah-mudahan Sebelum HUT Jakarta
Berita Foto
Wajah Baru Indonesia Kaya Konsiten Usung Budaya Indonesia dengan Konsep Kekinian
Sejumlah pemain saat melakukan pementasan teater musikal bertajuk "Bawang Merah Bawang Putih" saat acarapeluncuran logo baru Indonesia Kaya di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 03 Juni 2025
Wajah Baru Indonesia Kaya Konsiten Usung Budaya Indonesia dengan Konsep Kekinian
Indonesia
Komisi X DPR Soroti Transparansi dan Partisipasi Publik dengan Menteri Kebudayaan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa upaya ini bukan untuk menghapus atau mendistorsi fakta
Angga Yudha Pratama - Selasa, 27 Mei 2025
Komisi X DPR Soroti Transparansi dan Partisipasi Publik dengan Menteri Kebudayaan
Indonesia
Fadli Zon: Kongres Perempuan 1928 Justru Diperkuat dalam Sejarah Indonesia
Urgensi penulisan sejarah Indonesia yang akan rampung pada tahun 2025 ini mencakup penghapusan bias kolonial
Angga Yudha Pratama - Selasa, 27 Mei 2025
Fadli Zon: Kongres Perempuan 1928 Justru Diperkuat dalam Sejarah Indonesia
Indonesia
5 Museum Jakarta Buka Sampai Malam, Pengunjung Melonjak Hingga Ribuan
5 museum menggelar program Night at the Museum khusus akhir pekan
Wisnu Cipto - Kamis, 15 Mei 2025
5 Museum Jakarta Buka Sampai Malam, Pengunjung Melonjak Hingga Ribuan
Bagikan