KSPI: Omnibus Law Kurangi Kesejahteraan dan Rusak Buruh
Ratusan buruh mengikuti aksi unjuk rasa di halaman Gedung Pemerintahan Kota Tangerang, Banten, Rabu (22-1-2020). ANTARA FOTO/Fauzan
Merahputih.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan tetap menolak adanya Omnibus Law di RUU Cipta Kerja yang sudah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada DPR.
KSPI menilai, dalam draf yang telah dibandingkannya dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ternyata lebih banyak menghilangkan hak dan perlindungan terhadap kaum pekerja.
Baca Juga
“Setelah membaca dan membandingkan RUU omnibus law ini, ternyata akan mengurangi kesejahteraan dan merusak buruh di Indonesia,” kata Deputi Presiden KSPI Muhammad Rusdi, Minggu (16/2).
Sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia dahulu, regulasi tentang Ketenagakerjaan sempat dianggap terbaik dalam sejarah dunia. Namun sayangnya semenjak pemerintahan Presiden Joko Widodo, hak-hak buruh mulai terkikis.
“UU perburuhan di Indonesia ketika awal-awal kemerdekaan itu terbaik di Asia maupun sampai ke dunia, karena lahir dari sebuah semangat masyarakat. Nah ketika pak jokowi berkuasa malah mengurangi upah minimun,” ujarnya.
Yang menjadi perhatian KSPI dalam draf RUU Cipta Kerja di Omnibus Law ini kata Rusdi adalah hilangnya sanksi pidana kepada perusahaan karena menghilangkan hak pekerjanya. “Juga dihilangkan sanksi perusahaan yang tidak bayar upah minimum, perusahaan yang preman itu biasanya tidak bayar upah,” jelas dia.
Selain itu juga persoalan potensi mudahnya masuk Tenaga Kerja Asing (TKA)'unskill' serta hilangnya pesangon buruh yang berpotensi semakin membuat nasib dan hak buruh tidak jelas.
Rusdi masih berharap agar Presiden Joko Widodo terbuka berbicara dengan elemen buruh untuk membahas persoalan ini, sebelum RUU Cipta Kerja tersebut dilanjutkan dibahas dengan DPR RI.
“Maka pak Jokowi harus mengundang semuanya untuk bicarakan ini apa mau pemerintah lalu kaum buruh maunya gimana, semuanya untuk kita cari jalan tengahnya,” tutur Rusdi.
Baca Juga
“Jangan sampai pak Jokowi tidak berpihak kepada kaum buruh,” sambung dia.
Dalam kesempatan yang sama, Sekjen ASPEK Indonesia, Sabda Pranama Djati meminta kepada DPR selaku mitra kerja pemerintah dalam menerbitkan produk Undang-undang agar tidak meloloskan RUU Cipta Kerja yang bertentangan dengan perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh.
“Kami dari ASPEK, mengharapkan jangan sampai DPR malah memberikan cek kosong terhadap masyarakat terkait dengan UU ini,” ucapnya. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Sektor Pertanian Paling Banyak Serap Tenaga Kerja, 146,54 Juta Orang Indonesia Bekerja Sebagai Buruh
DPR Dorong Regulasi Upah Buruh tak Bergantung UMR, tapi Omzet Perusahaan
Audiensi Pimpinan DPR dengan Serikat Pekerja Buruh Bahas Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan
Susun UU Ketenagakerjaan Baru, DPR Janji Libatkan Buruh
DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh
Aksi Demo Buruh KSPI dan Partai Buruh di Depan Gedung DPR Desak RUU Ketenagakerjaan
Buruh Kepung Gedung MPR/DPR Hari ini (22/9), Tolak Upah Murah dan Minta Sistem Outsourcing Dihapus
6 Orang Tokoh Buruh Bakal Masuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, Bakal Diumumkan Presiden Dalam 2 Pekan
Upah Minimum, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Outsourcing, Cuti dan Pesangon Masih Jadi Masalah Bagi Buruh di Indonesia
Pemerintah Harus Pastikan Tidak Ada Kebingungan Mengenai Upah, Masyarakat Selalu Berharap Upah Naik