Korting Hukuman Edhy Prabowo, Jubir MA: Dia Sudah Memberi Harapan ke Nelayan
Sidang kasus suap izin ekspor benur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta , Rabu (17/3). (Foto: MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Mahkamah Agung (MA) memberikan penjelasan terkait alasan yang menjadi pertimbangan mengorting hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Diketahui, dalam putusan kasasi, MA menyunat hukuman Edhy Prabowo menjadi 5 tahun pidana penjara dari sebelumnya 9 tahun penjara atas perkara dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
"Ada beberapa pertimbangan keadaan yang meringankan? Rupanya hakim tingkat kasasi melihat faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan Dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan," kata Jubir MA Andi Samsan Nganro di kantornya, Jakarta, Kamis (10/3).
Baca Juga:
KPK Beri Tanggapan Atas Pengurangan 4 Tahun Hukuman Edhy Prabowo
Andi Samsan menjelaskan, Edhy Prabowo mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat.
"Dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster Indonesia sangat besar," ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12, yang diteken Edhy Prabowo, eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih-benih lobster dari nelayan kecil.
"Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khusus nelayan kecil. Nah itu jadi ada regulasi yang kedua. Putusan lama lalu membuat Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 12," kata Andi Samsan.
Baca Juga:
MA Diskon Hukuman Edhy Prabowo, PSI: Alasannya Mengada-ada
Diketahui, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sangkaan menerima suap terkait ekspor benih bening lobster atau benur pada 2020 silam.
Edhy Prabowo diadili dan dituntut jaksa KPK untuk dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp 25,7 miliar dari eksportir benur.
Dalam persidangan 15 Agustus 2021, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Bekas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu juga diwajibkan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar dan USD 77.000.
Bahkan di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara pada 21 Oktober 2021 lalu. Namun pada 9 Maret 2022, MA justru mengurangi vonis Edhy Prabowo menjadi pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun. (Pon)
Baca Juga:
MA Kurangi Vonis Edhy Prabowo 4 Tahun karena Bekerja Baik Saat Jadi Menteri
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Polemik Kasus Korupsi Asabri, Adam Damiri Merasa Putusan Hakim tak Adil
KPK Ungkap Modus Jual Beli Jabatan Bupati Ponorogo, Uang Suap Disamarkan Lewat Keluarga dan Ajudan
KPK Ungkap Skema Korupsi Terstruktur di Ponorogo, Bupati Sugiri Libatkan Sekda hingga Adik Kandung
Bupati Ponorogo Diduga Terima Suap dan Gratifikasi Rp 2,6 Miliar dalam Tiga Kasus Korupsi
Gubernur Riau masih Terlibat Kasus Korupsi meski sudah Diingatkan, Pemerintah Buka Wacana Evaluasi Sistem Pengawasan
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
KPK Amankan Dokumen dan CCTV Usai Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid
DPR Desak Polisi Usut Tuntas Kebakaran Rumah Hakim Kasus Korupsi PUPR Sumut
Adam Damiri Bawa 8 Novum untuk Dasar PK Kasus Asabri
Soroti Kebakaran Rumah Hakim PN Medan, Eks Penyidik KPK: Bentuk Teror ke Penegak Hukum