Benarkah Vaksin Ketiga Memiliki Efek yang Lebih Besar?


Vaksin ketiga masih dalam proses melihat efek samping. (Foto: Unsplash/Steven Cornfield)
WACANA vaksin COVID-19 dosis ketiga telah bergulir di berbagai negara, Pemerintah kita telah menetapkan tenaga kesehatan (nakes) mendapatkannya dengan menggunakan merek Moderna yang telah tiba di Tanah Air. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan akan mendistribusikan vaksin ini pekan ini, paling lambat pekan depan.
Kemenkes mengatakan, vaksinasi dosis ketiga diharapkan bisa memproteksi para nakes dari paparan COVID-19. Keputusan tersebut, diambil karena pihak Kemenkes mendapati banyak tenaga kesehatan terpapar COVID-19 sehingga tidak bisa dikerahkan untuk menangani pasien.
Baca Juga:

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah segera memberikan vaksin dosis ketiga kepada tenaga kesehatan karena masih banyak yang gugur karena COVID-19 meskipun sudah divaksin. Diketahui belakangan kasus covid-19 melonjak yang diduga karena banyaknya penularan mutasi corona. Kapasitas rumah sakit pun mulai menipis yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan tenaga kesehatan.
Meskipun bukan untuk nakes, Amerika Serikat juga sedang meninjau perlunya suntikan ketiga atau booster penguat COVID-19 di antara penduduk yang telah divaksinasi. Namun, mereka masih merasa perlu melihat lebih banyak data untuk mengetahui apakah suntikan tambahan dapat meningkatkan risiko efek samping yang serius. Demikian pernyataan seorang pejabat kesehatan AS pada Selasa (13/7).
Pejabat itu mengatakan, dosis kedua untuk rejimen vaksin COVID-19 dua suntikan dikaitkan dengan tingkat efek samping yang lebih tinggi. Sebuah penelitian menunjukkan, dosis ketiga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar.
"Kami sangat tertarik untuk mengetahui apakah dosis ketiga dapat dikaitkan dengan risiko reaksi merugikan yang lebih tinggi, terutama beberapa efek samping yang lebih parah, meskipun itu sangat jarang," kata Jay Butler, wakil direktur di US Centers untuk Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dalam briefing media yang diberitakan reuters.com (13/7).
Baca Juga:

Pemerintah AS belum membuat keputusan apakah akan memberikan suntikan booster. Namun, mereka juga melihat potensi kebutuhan perlindungan yang lebih besar untuk orang-orang seperti orang tua dan kelompok lain yang berisiko tinggi untuk terkena infeksi parah.
Pfizer dan mitranya BioNTech berencana untuk meminta regulator AS dalam beberapa minggu untuk mengesahkan dosis booster vaksin COVID-19, berdasarkan bukti risiko infeksi yang lebih besar enam bulan setelah inokulasi dan penyebaran varian Delta yang sangat menular.
Butler mengatakan, dia belum melihat bukti berkurangnya kekebalan terhadap COVID-19 di antara penduduk AS yang menerima suntikan pada bulan Desember atau Januari.
Dia menambahkan, suntikan yang ada memberikan perlindungan yang signifikan terhadap varian Delta COVID-19. Varian ini pertama kali ditemukan di India dan telah menjadi strain dominan di Inggris dan Amerika Serikat. (aru)
Baca Juga:
3 Hal yang Bisa Dilakukan Kalau Kamu Sudah Dapat Vaksin Penuh
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
