Waspadai Serangan Fajar Pada Malam Hingga Dini Hari Jelang Pencoblosan


Pengamat Politik Karyono Wibowo (Screenshot youtube.com)
MerahPutih.Com - Potensi politik uang dalam Pemilu 2019 menurut pengamat politik Karyono Wibowo bisa terjadi melalui serangan fajar. Serangan fajar tersebut dilakukan pada malam hingga dini hari jelang pencoblosan.
Meski Satgas Anti Money Politics telah menangkap sejumlah pelaku, kemungkinan besar iming-iming uang atau pemberian tertentu kepada warga masih akan berlangsung sehingga perlu diwaspadai.
Menurut Karyono, potensi serangan fajar sangat besar, baik untuk kepentingan pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Politik uang ini kerap dijadikan sebagai strategi pamungkas untuk mendulang suara.
"Sejumlah data yang dilansir oleh lembaga swadaya masyarakat Komunitas Peduli Indonesia (KOPI) terkait aliran dana dari luar yang mengalir ke rekening salah satu pasangan calon juga harus diantisipasi," kata Karyono kepada merahputih.com, di Jakarta, Selasa (16/4).

Direktur Indonesia Public Institute ini menerangkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menduga ada potensi kecurangan politik uang dalam Pemilu 2019. Hal itu lantaran pihaknya menemukan adanya penarikan dana tak normal dua hingga tiga tahun lalu.
Seperti diungkapkan Deputi Bidang Pemberantasan dari PPATK Firman Shantyabudi. Dia menyebut ada data intelijen, bahwa ada kecenderungan penarikan dana tunai bisa terjadi 2-3 tahun sebelum pemilu.
"Pihak kepolisian harus mengungkap modus masuknya uang tersebut apakah ada motif untuk kepentingan politik atau untuk kepentingan bisnis atau untuk kepentingan yang lain," jelas Karyono.
Karyono Wibowo menambahkan, siapapun yang terlibat money politic harus ditindak tegas karena merusak nilai-nilai demokrasi dan menghancurkan mental bangsa.
"Perilaku politik uang ini sama dengan menyogok rakyat. Hal ini tidak memberikan pendidikan politik rakyat yang baik. Ini bukan mencerdaskan tapi pembodohan," jelas dia.
Jika merujuk hasil survei tentang perilaku pemilih, pengaruhnya tidak signifikan. Pada umumnya, sebagian besar responden jika ditanyakan apakah politik uang untuk membeli suara dapat dibenarkan atau tidak dibenarkan?
Maka sebagian besar responden menjawab bahwa politik uang tidak dibenarkan.
Demikian pula, jika responden ditanya jika ada kandidat atau timnya memberikan uang atau barang, maka sebagian besar responden menjawab menolak pemberian.
"Jawaban terbesar kedua adalah menerima tetapi soal memilih sesuai hati nurani. Sedangkan responden yang menjawab menerima dan akan memilih kandidat yang memberi hanya sedikit," imbuh Karyono.
Begitu pula responden yang menjawab akan memilih kandidat yang memberi uang lebih banyak juga sangat sedikit. Tetapi, pada praktiknya, pengaruh politik uang cukup signifikan.
"Hal itu bisa terlihat jika dilakukan survei longitudinal atau survei perbandingan dalam kurun waktu tertentu untuk mengukur perubahan," tandas Karyono.(Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah

Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan

Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029

Revisi UU Pemilu, Wakil Ketua Komisi II DPR Tekankan Masalah Money Politics

Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power

Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh

Tim Pramono-Rano Bakal Beri Bonus untuk Satgas yang Tangkap Pelaku Money Politics

Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung

Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan

Tunjuk Calon Menteri, Pengamat Politik Sarankan Prabowo Ikuti Cara Soeharto
