Tuntutan WP KPK di 600 Hari Penyiraman Novel Baswedan
Teatrikal penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan saat melakukan aksi damai di halaman gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/9). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Merahputih.com - Wadah Pegawai (WP) KPK menuntut kembali pengungkapan pelaku penyerangan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Tuntutan itu bertepatan dengan 600 hari peristiwa penyiraman terjadi.
"Untuk itu, Wadah Pegawai KPK kembali untuk kesekian kalinya menuntut Presiden Jokowi untuk hadir dan melakukan tindakan sebagaimana selayaknya seorang Presiden untuk membongkar kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo di Jakarta, Minggu (2/12).
Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada tanggal 11 April 2017 seusai salat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya.
Pelaku menyiramkan air keras ke dua mata Novel sehingga mengakibatkan mata kirinya tidak dapat melihat karena mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding mata kanannya. "Pada hari Minggu, 2 Desember 2018, atau sepekan sebelum Hari AntiKorupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2018 adalah hari ke-600 sejak penyerangan Novel Baswedan dengan air keras yang menyebabkan matanya rusak," tambah Yudi.
Menurut Yudi, berbagai upaya telah dilakukan untuk mendesak Presiden Joko Widodo agar bertindak konkret sebagai panglima tertinggi penegakan hukum di Indonesia. Namun, sampai saat ini semua belum membuahkan hasil.
"Mulai dari berbagai protes dari masyarakat sampai pengiriman surat dari keluarga Novel Baswedan dan Wadah Pegawai KPK yang sama sekali tidak direspons sampai hari ini. Seakan-akan aspirasi rakyat tidak didengar," ungkap Yudi.
Sampai saat ini pun, menurut Yudi sebagaimana dikutip Antara, Presiden masih tidak menunjukkan tindakan yang tegas dan konkret, seakan-akan tidak memiliki kuasa apa pun sebagai pemimpin negara untuk membongkar kasus Novel Baswedan.
"Berbagai pihak yang dekat dengan Presiden selalu berupaya mengalihkan tanggung jawab tersebut bukan pada Presiden sehingga bagi rakyat terkesan jelas pesan bahwa Presiden menghindar. Padahal, Presiden pada awal-awal penyerangan Novel berjanji kasus ini akan dituntaskan," tambah Yudi.
Di sisi lain, berbagai gelombang upaya pelemahan KPK terus berlangsung. "Nawacita yang membuat janji hadirnya negara dalam penegakan hukum masih hanya menjadi angan dalam kasus Novel Naswedan. Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya pihak yang bisa diminta pertanggungjawabannya dalam penegakan kasus ini, baik pelaku intelektual maupun pelaku lapangan sampai saat ini masih bebas berkeliaran menyebar teror di bumi Indonesia," kata Yudi.
Padahal, lanjut dia, telah ada peristiwa nyata yang menyebabkan aparatur negara diserang pada saat menangani berbagai megaskandal yang terjadi di republik ini.
Akibatnya, pegawai KPK berada dalam posisi yang tidak merasakan adanya kepastian keberpihakan Presiden terkait dengan perlindungan para penegak hukum dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Terlebih, katanya lagi, masa kerja efektif pemerintahan tersisa hanya sekitar 4 bulan sebelum adanya pemilihan presiden periode selanjutnya. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Dedi Mulyadi Kunjungi Gedung KPK, Bahas Penyelamatan Aset Negara di Jawa Barat
OTT Bupati Lampung Tengah, KPK Sita Uang Tunai dan Logam Mulia
Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Terjaring OTT KPK, Golkar Hormati Proses Hukum
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
OTT Bupati Lampung Tengah, Operasi Senyap ke-8 KPK Tahun 2025
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Tiba di Gedung KPK
Peringati Hakordia 2025, Komisi III DPR Beri Catatan untuk Aparat Penegak Hukum
KPK Kaji Dugaan Korupsi Pembalakan Liar di Sumatera dan Aceh