Transisi Menuju Ekonomi Hijau jadi Kunci Pertumbuhan Jangka Panjang Indonesia
UOB Indonesia memprediksi bahwa perekonomian Indonesia akan tetap tangguh pada 2023. (Foto: Unsplash/Mathieu Stern)
PROSES integrasi pertumbuhan hijau ke dalam strategi pembangunan nasional akan menjadi kunci dari pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh pihak UOB Indonesia untuk membantu meningkatkan belanja konsumen dan mendukung strategi hilirisasi industri nasional.
UOB Indonesia memperkirakan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh menjadi 4,8 persen pada tahun ini dan lima persen pada 2023 di tengah ketidakpastian ekonomi global yang tengah berlangsung.
Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia diungkapkan dalam seminar tahunan UOB Indonesia Economic Outlook yang diadakan di Jakarta. Acara tahun ini mengambil tema Emerging Stronger in Unity and Sustainable.
Baca juga:
Indonesia Perlu Pertumbuhan Ekonomi di Atas Level 5 Persen Per Tahun
"Perekonomian Indonesia terbukti resilien melalui sinergi kebijakan makro ekonomi pemerintah yang telah berhasil membawa negara kita pulih dengan cepat dan berkelanjutan," kata Presiden Direktur UOB Indonesia, Hendra Gunawan, dalam siaran pers yang diterima Merahputih.com.
"Seiring dengan peran kami sebagai katalis serta menghadirkan peluang, kami berharap dapat mendukung pemerintah, regulator, investor, dan masyarakat dalam membangun masa depan bersama yang berkelanjutan," lanjutnya.
Menurutnya, Indonesia telah memperlihatkan kemajuan yang stabil menuju pemulihan ekonomi lebih tangguh setelah PDB berkontraksi sebesar dua persen selama pandemi 2020. Namun, Indonesia juga tengah menghadapi risiko-risiko seperti lesunya pertumbuhan global, volatilitas, keuangan global, pengetatan kebijakan makroekonomi, serta memanasnya ketegangan geopolitik.
UOB Indonesia memprediksi bahwa perekonomian Indonesia akan tetap tangguh pada 2023, didukung konsumsi domestik yang kuat dan kenaikan ekspor komoditas.
Baca juga:
"Perubahan iklim menjadi masalah paling mendesak yang tengah dihadapi dunia, termasuk Indonesia. Pada saat yang bersamaan, secara global kita tengah dihadapkan pada tantangan terkait permintaan energi, kelangkaan pangan, serta masalah kesehatan global," ujar UOB Economist, Enrico Tanuwidjaja.
Menurutnya, Indonesia harus terus mendukung keberlanjutan juga mengelola belanja dan investasi untuk memastikan pemulihan yang tangguh.
Data Asia Development Bank menunjukkan bahwa permintaan energi di Asia akan melonjak dua kali lipat pada 2030. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) yang meliputi 67 persen dari bauran pembangkit energi nasional.
Akan tetapi, tren tersebut kemungkinan akan melambat karena pemerintah Indonesia secara resmi telah melarang pengembangan PLTU baru dan memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan.
"Kami berharap melalui Presidensi Indonesia pada G20 tahun ini, negara-negara di seluruh dunia akan memanfaatkan kekuatan dan kepiawaian mereka dalam mendorong ekonomi hijau,” tutup Enrico. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Prabowo Subianto Yakin Ekonomi Indonesia Tetap Tenang dan Mampu Bertahan dari Gempuran Perang Dagang
Dorong Ekonomi Nasional Jelang Nataru, Pemerintah Siapkan 3 Program Salah Satunya Diskon Belanja
Pengusaha Diminta Jadi Kakak Asuh Koperasi Merah Putih, Pertumbuhan Tidak Dinikmati Segelintir Orang
Jokowi Pidato Forum Bloomberg New Economy Forum 2025, Paparkan Revolusi Ekonomi Cerdas
50 Juta Penduduk Belum Miliki Rekening Bank, Warga Kalimantan Paling Banyak
BPS Rekrut 190 Ribu Orang Buat Sensus Ekonomi 10 Tahunan
PKB Dukung Langkah Prabowo Perkuat Ekosistem Koperasi, Bentuk Nyata Wujudkan Pasal 33
Banggar DPR Ingatkan Pemerintah Tak Tergesa Laksanakan Redenominasi Rupiah
Duit Injeksi Pemerintah ke Bank Negara Hampir Habis, Bank Minta Tambahan
Kebijakan Ini Diyakini Airlangga Pada Kuartal VI 2025 Jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi