Tradisi Adat Malam Selikuran Ramadan, Keraton Surakarta Bagikan 1.000 Tumpeng
Tradisi malam selikuran untuk memperingati Nuzulul Quran. (Foto: muslimobsession)
KERATON Kasunanan Surakarta Hadiningrat mengadakan tradisi malam selikuran Ramadan atau malam 21 hari Ramadan, Minggu (2/5) malam. Dalam tradisi tersebut diadakan kirab lampu ting dan pembagian sewu tumpeng pada warga.
Pengageng Parentah Keraton, KGPH Adipati Dipokusumo memapaparkan bahwa tradisi malam selikuran ini diawali dari kirab seribu nasi tumpeng. Pada kirab yang dilakukan para abdi dalem Keraton Solo itu, selain membawa nasi tumpeng juga dibekali dengan lampu ting.
Baca juga:
Rombongan abdi dalem Keraton Kasunanan tiba di halaman Masjid Agung Surakarta sekitar pukul 21.00 WIB. Rombongan pertama adalah abdi dalem pengrawit sambil membunyikan rebana.
Selanjut, abdi dalem yang membawa puluhan lampu ting yang ditengahnya disesali sejumlah abdi dalem yang menyunggi ancak cantaka (tempat membawa tumpeng sewu).
Gusti Dipo mengatakan kegiatan adat Malam Selikuran itu merupakan tradisi adat yang sudah dilestarikan sejak 1939 atau pada masa pemerintahan PB X. Menurutnya, karena masih pandemi, hajad dalem ini dibatasi hanya dengan 150 peserta dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
"Setibanya di Masjid Agung, ratusan abdi dan sentana langsung menggelar wilujengan dengan doa bersama sebelum akhirnya membagikan tumpeng sewu pada masyarakat yang ada di area Masjid Agung," katanya.
Baca Juga:
Terancam Punah, Sultan HB X Ajak Masyarakat Gunakan Aksara dan Bahasa Jawa
Dikatakannya, makna seribu tumpeng ini simbol dari malam seribu bulan. Dalam tradisi Islam malam itu merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan. Sementara itu, dalam hal budaya kirab malam selikuran merupakan akulturasi budaya antara agama Islam dan tradisi selamatan masyarakat Jawa.
"Tradisi ini sudah mengakar sejak ratusan tahun silam yang perlu dilestarikan," terang dia.
Selikuran (21 Ramadhan) dinukil dari surakarta go.id, bagi masyarakat jawa memiliki nilai dan arti istimewa. Tradisi malam selikuran (21 Ramadhan) adalah tradisi budaya sekaligus religius (agama) yang syarat dengan makna.
Biasanya masyarakat Jawa memperingati malam selikuran dengan berbagai ragam tradisi. Menjadi sangat istimewa karena memuat banyak nilai-nilai positif yang ada dalam peringatan selikuran. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Setelah Kemalingan, Museum Louvre Alami Kebocoran yang Merusak Koleksi Buku
Ketok Harga Bikin Orang Kapok Liburan di Banten, DPRD Desak Regulasi Tarif Wisata
Wisatawan Indonesia Andalkan Fitur AI untuk Rekomendasi dan Layanan Hotel
PB XIV Fokus Pelestarian Budaya di Era Modern, Terima Kunjungan Akademisi dan Tamu Internasional
Suksesi Keraton Solo Memanas, Maha Menteri Tedjowulan: Penobatan Purbaya dan Mangkubumi Belum Sah
Mangkubumi Dinobatkan PB XIV, GKR Timoer: Penobatan Cacat Hukum, Jumenengan Purbaya Tetap Jalan
10 Rekomendasi Tempat Wisata Purwokerto Terbaik 2025, Harga Terjangkau!
Kapolri Listyo Sigit Melayat dan Doakan PB XIII di Keraton Surakarta, Siap Bantu Pengamanan Prosesi Pemakaman
Jokowi Melayat Paku Buwono XIII, Doakan Jenazah dan Sampaikan Duka Cita
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri