Nyadran, Tradisi yang Masih Hidup Hingga Kini


Nyadran, membersihkan makam leluhur. (Foto: [email protected])
BANYAK tradisi yang dijalankan oleh warga di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk menyambut bulan Ramadan. Salah satu tradisi tersebut adalah nyadran.
Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah tradisi ziarah makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan.
Baca Juga:

Kegiatan nyadran diawali dengan kunjungan dan pembersihan makam. Kemudian tabur bunga sembari melantunkan doa-doa untuk arwah keluarga yang sudah meninggal. Di beberapa daerah nyadran juga ditutup dengan kegiatan makan-makan bersama (kenduri). Kegiatan nyadran biasanya dilakukan 2 minggu hingga 1 hari sebelum bulan Ramadan.
Sementara di Kabupaten Gunungkidul Di tradisi nyadran juga dibarengi dengan tradisi mengucap syukur usai masa panen. Warga Gunungkidul biasa mengadakan nyadran usai masa Panen Padi dengan membawa sejumlah hasil bumi, nasi tumpeng dan lauk pauk.
Mereka kemudian mendatangi salah satu lokasi petilasan atau lokasi yang yang dianggap suci. Lokasi tersebut biasanya berupa sumber mata air seperti sumur, sendang atau lokasi yang pernah disinggahi wali songo dan raja-raja dimasa lampau.
Warga kemudian melakukan upacara budaya dan melantunkan doa bersama tokoh agama dan sesepuh. Didalam doa, warga meminta kepada sang pencipta, agar senantiasa diberikan kesehatan serta rejeki panen yang melimpah. Acara nyadran ditutup dengan makan bersama-sama atau kenduri.
Masyarakat Jawa percaya dengan banyak memberi maka mereka akan mendapatkan rezeki yang melimpah. Tradisi ini juga sebagai bentuk salah satu menjaga tali silaturahmi di antara para warga. Selama pandemi tradisi nyadran tetap dilakukan namun dengan sejumlah penyesuaian dan menerapkan protokol kesehatan.
Baca Juga:
Alun-Alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta, Tempat Nongkrong Sambil Melihat Kerbau Bule

Salah seorang warga di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman DIY, Andri Prasetyo jelaskan terdapat sejumlah pembatasan dalam pelaksanaan tradisi nyadran selama pandemi.
Kegiatan nyadran di kampungnya dilakukan akhir Maret 2021. Peserta Tradisi nyadran tahun ini dibatasi. Warga yang boleh datang ke makam hanya perwakilan saja.
"Biasanya yang ke makam itu hampir semua anggota keluarga. Tapi sekarang yang maksimal 1 orang perwakilan dari setiap KK. Sebelum pandemi yang datang bisa sampai ratusan orang. Tapi sekarang cuma puluhan saja. Banyak juga warga yang tidak ikut nyadran karena alasan kesehatan," ujar Andri di Yogyakarta, Selasa (13/04).
Selain itu waktu pelaksanaan diubah dari biasanya pagi atau siang hari menjadi malam hari. Durasi kegiatan nyadran dibatasi maksimal hanya 30 menit saja.
Sejumlah kegiatan seperti tausiyah, ceramah dan kata sambutan pun dihilangkan. Warga yang ikut wajib memakai masker dan jaga jarak.
"Jadi kita ke makam itu hanya doa tahlilan saja. Kemudian langsung pulang. Bersih-bersih makam sudah dilakukan kan oleh perwakilan warga," pungkas pria yang tinggal di Dusun Karang Tengah, Nogotirto ini.
Walau mengalami sejumlah perubahan, Andri mengatakan makna utama dari nyadran tidak pernah berubah. Ia tetap bisa berdoa khusyuk untuk almarhum keluarganya. (Teresa Ika/Yogyakarta)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
PT KAI Angkut 4,3 Juta Orang Pemudik, Ada 10 KA Jarak Jauh Jadi Favorit

Hal Unik Yang Terjadi di Tradisi Kupatan Setiap 8 Syawal di Indonesia

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Prabowo Senang Menteri Kerja Keras Redam Gejolak Harga Pangan di Saat Ramadan dan Idul Fitri

5 Film Karya Sineas Indonesia Yang Bisa Jadi Pilihan Saat Nikmati Libur Lebaran

Doa Bagi Mereka Yang Amalkan Salat Kafarat

Polisi Mulai Berlakukan Ganjil Genap di 2 Titik Jalan Tol, Tak Ada Tilang Manual

Arus Mudik 2025 Diklaim Lebih Tertata, H-3 Tercatat 258.383 Kendaraan Keluar dari Jakarta

9 Doa Menenangkan Hati Sambut Kemenangan di Malam Takbiran dan Saat Idul Fitri

Sore Ini Kemenag Gelar Isbat Penentuan 1 Syawal 1446 H, Idul Fitri Dipekirakan 31 Maret 2025
