Unggahan, Cara Masyarakat Banyumas Sambut Ramadan


Kata 'unggahan' berasal dari 'unggah' yang berarti naik atau masuk. (Foto: merahputih.com/Iftinavia Pradinantia)
JELANG bulan suci Ramadan, masyarakat Indonesia di berbagai wilayah melakukan ritual penyambutan bulan suci. Demikian pula masyarakat yang ada di wilayah Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Ritual unik asal Banyumas tersebut bernama Unggahan.
Kata 'unggahan' berasal dari 'unggah' yang berarti naik atau masuk. Artinya akan masuk bulan Ramadan setelah berakhirnya bulan sya’ban. Tradisi unggahan adalah ritual yang unik dan sarat nuansa magis. Kegiatan ini dilakukan di situs tertentu yang dianggap keramat.
Baca juga:
Megengan, Tradisi Khas Masyarakat Jawa Menyambut Bulan Suci Ramadan
Ritual ini dipahami sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang serta cara mendekatkan diri dengan Tuhan.
Bagi warga Pekuncen, Unggahan bukan hanya meningkatkan hubungan dengan Tuhan tetapi juga masyarakat. Dalam prosesi ritual unggahan anggota masyarakat berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial. Tua muda semua berkumpul.

Semua anggota masyarakat termasuk anak putu (cucu) dari berbagai wilayah bahkan yang berada jauh diperantauan akan rela datang dan berkumpul menjadi satu di Pekuncen. Tradisi unggahan ini dilakukan secara turun-temurun sebagaimana ritual dalam penanggalan Jawa lainnya, seperti suranan, muludan, dan syawalan.
Untuk menyelenggarakan perlon unggahan perlu persiapan yang matang karena merupakan kegiatan besar dalam komunitas ini. Perlon unggahan ini diikuti oleh jaringan komunitas Bonokeling yang lain di luar wilayah Pekuncen. Oleh karena itu, sebagai persiapan jauh-jauh sebelumnya dilakukan koordinasi.
Hari Kamis pertama Bulan Sadran pihak penyelenggara yakni panitia di desa Pekuncen memberitahukan kepada segenap jaringan komunitas Bonokeling yang berada di luar Pekuncen kapan waktu pelaksanaan perlon unggahan akan dilaksanakan. Pemberitahuan ini dilaksanakan oleh orang-orang yang ditunjuk menjadi petugas pemberi informasi kepada jaringan lain yang disebut dengan tukang solor.

Persiapan selanjutnya dilakukan pada Kamis kedua yang disebut dengan girah. Girah adalah membersihkan segala peralatan baik peralatan dapur ataupun peralatan rumah tangga lain yang ada di Pasemuan, di rumah-rumah Bedogol dan tempat-tempat yang akan ditempati tamu. Persiapan ini dilaksanakan oleh segenap anggota komunitas Bonokeling yang disebut dengan anak putu.
Baca juga:
Setelah girah selesai, hari Rabu tiga hari sebelum pelaksanaan perlon Unggahan, anak putu membuat jenang dan mempersiapkan daun-daun untuk membungkus nasi dan lauk pauknya saat kenduri. Daun yang digunakan adalah daun pisang dan daun jati.
Kamis pagi sebelum para tamu datang, terlebih dahulu para sesepuh sowan ke makam Kyai Bonokeling dan membuka pintu masuk yang menuju ke makam tersebut. Hari kamis sore sebagian anak putu dari warga Pekuncen menjemput tamu-tamu yang dari luar daerah di perbatasan antara Banyumas dan Cilacap yakni di desa Pesanggrahan.
Di daerah perbatasan itulah terjadi serah terima bawaan yang berupa hasil bumi, ternak, hingga perlengkapan bumbu dapur dari anak putu. Bawaan tersebut berasal dari luar daerah kepada anak putu warga desa Pekuncen untuk diserahkan kepada kyai kunci.

Pada tahap pelaksanaan ada 1.500 orang anak cucu Banakeling (peziarah dan pengikut ajaran Banakeling) dari wilayah Banyumas-Cilacap turut serta dalam ritual perlon unggah-unggahan.
Ketika ritual Unggahan, perempuan akan mengenakan pakaian kejawen serba hitam, begitu pula dengan pria. Lalu kaum pria memakai jarit dan ikat kepala. Selanjutnya mereka akan berjalan puluhan kilometer dengan bertelanjang kaki sambil memikul hasil bumi, ternak dan perlengkapan bumbu dapur sebagai bekal sowan juru kunci Bonokeling.
Jum’at siang menjadi puncak unggah-unggahan. Para peziarah putri akan antre mengadakan ziarah ke makam dengan mensucikan diri terlebih dulu. Sementara pria memasak gulai kambing dan makanan lainnya untuk upacara slametan setelah ziarah. (avia)
Baca juga:
Terancam Punah, Sultan HB X Ajak Masyarakat Gunakan Aksara dan Bahasa Jawa
Bagikan
Berita Terkait
Raih Emas Terbanyak di Asian Cup Woodball Championship 2025, 3 Srikandi Indonesia Belum Puas dan Mau Catat Sejarah Baru

Jelang Peringatan HUT ke-80 RI, PT KAI Ajak Penumpang Tunjukkan Sikap Hormat setiap Pukul 10.00, Nyanyikan 'Indonesia Raya' Bersama-Sama

Prakiraan Cuaca 14–18 Agustus 2025: Waspadai Hujan Lebat dan Angin Kencang

[HOAKS atau FAKTA]: ASEAN Ramal Indonesia Bubar Tahun 2030
![[HOAKS atau FAKTA]: ASEAN Ramal Indonesia Bubar Tahun 2030](https://img.merahputih.com/media/27/f0/b6/27f0b6f1aa464302b7a0c3734416429a_182x135.png)
RI-Selandia Baru Sepakat Kejar Target Kerja Sama Dagang Rp 58 T, Termasuk Program MBG

Peringati HUT RI ke-80 Pedro Hadirkan Rimba Orangutan Simbol Keberagaman Nusantara

Indonesia Desak Tidak Ada Negara Gunakan Hak Veto Tolak Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

DPR: Indonesia-Malaysia Kunci Stabilitas ASEAN dan Internasional

Prabowo Tegaskan Indonesia Siap Turun Tangan Cari Solusi Damai Konflik Thailand-Kamboja

Menlu RI: Presiden Prabowo Bahas Pusat Belajar Anak Pekerja Migran dengan Malaysia
