Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Buruh Solo Pilih Jalur Audensi dan Langkah Hukum
Organisasi buruh dan serikat kerja melakukan konsolidasi menyikapi penolakan RUU Cipta Kerja Omnibus Law di Solo. (MP/Ismail)
MerahPutih.com - Pemerintah dan DPRD telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law menjadi undang-undang oleh DPR dalam sidang paripurna, Senin (5/10).
Pengesahan UU Cipta Kerja Tersebut memicu gelombang aksi penolakan di sejumlah kota. Namun di Kota Solo, para serikat pekerja sepakat lebih mengambil jalur hukum dibandingkan aksi turun ke jalan ataupun mogok kerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo, Wahyu Rahadi, mengemukakan pihaknya bersama serikat buruh lainnya di eks Karesidenan Surakarta sepakat untuk menolak UU Cipta Kerja. Penolakan itu tidak dilakukan dalam bentuk mogok kerja dan demo, tetapi mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga
DPR Kebut Paripurna RUU Cipta Kerja, Demokrat: Mematikan Kepercayaan Masyarakat
"Dengan disahkannya RUU Cipta Kerja oleh DPR jelas kami sangat-sangat kecewa, tapi dari KSPSI kemarin ada instruksi tidak turun ke jalan ataupun mogok kerja," ujar Wahyu pada MerahPutih.com, Selasa (6/10).
Dikatakannya, jangankan untuk mogok kerja, mayoritas anggota KSPSI saat ini sendiri masih dalam status dirumahkan atau status sehari kerja sehari masuk. Sehingga sangat tidak memungkinkan untuk melakukan aksi mogok kerja.
"Anggota kami yang kena PHK masih banyak, ada juga yang kerja sehari, sehari libur selama pandemi CIVID-19," kata dia.
Terkait materi yang akan diajukan ke MK, kata Wahyu, pihaknya bersama serikat pekerja lainnya masih akan mencermati isi UU Cipta Kerja. Setelah mengetahui adanya pasal-pasal bermasalah baru dilakukan gugatan.
"Sampai sekarang kami belum mendapatkan salinan UU Cipta Kerja yang resmi disahkan. Kalau sudah dapat berkasnya kita bisa cari bahan untuk gugatan di MK," tutur dia.
Hal senada juga diugkapkan, Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Solo, Endang Setyowati. Ia mengatakan, akan memilih jalur audensi dengan Walikota Solo untuk meminta komitmen pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh.
"Ajakan mogok nasional pada tanggal 6-8 Oktober memang ada. Itu tidak kami lakukan karena tidak ada perintah dari pusat. Lebih baik kami dorong Pemkot membantu nasib kami," katanya.
Endang mengungkapkan keberadaan UU Cipta Kerja memang menimbulkan kecemasan di kalangan buruh, sebab membuat status pekerja menjadi tidak pasti. Apalagi dengan pengesahan yang kesannya kucing-kucingan.
"Ada apa dengan pemerintah. Apakah memang ada desakan kuat dari kaum kapitalis untuk memanfaatkan situasi pandemi ini disaat posisi kami para buruh sedang lemah,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Solo, Sholihudin menegaskan pihaknya menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena sejak awal perjalanan dari draft RUU dibuat oleh eksekutif sudah banyak menuai kontroversi dan cacat hukum.
Baca Juga
Kebut RUU Ciptaker, DPR Dinilai Lebih Banyak Bela Kepentingan Pemilik Kapital
"Kami juga pilih jalur hukum lewat Judicial Review UU tersebut ke MK dibandingkan mogok kerja atau demo," pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Tito Tunjuk Wamen Bima Arya Jadi PIC Paket Omnibus Law Revisi UU Politik
Amini Usul DPR, Mendagri Kaji Paket Omnibus Law Revisi UU Politik Setelah Pilkada
Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Putusan MK Terkait Omnibus Law Tak Sesuai Ekspektasi
Rizal Ramli: Demo Buruh Tolak Omnibus Law Bentuk Ekspresi Penderitaan Rakyat
Rizal Ramli Sebut Ada Penyelundupan Undang-Undang dalam Omnibus Law
Demokrat Minta Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda
PKS akan Perjuangkan Aspirasi Dokter dan Nakes soal RUU Kesehatan
RUU Omnibus Law Kesehatan Jadi Usul Inisiatif DPR
Baleg DPR Gelar Rapat Panja Penyusunan Draf RUU Omnibus Law Kesehatan