Tips Membedakan Rasa Sedih Biasa dan Gangguan Mental


Rasa sedih biasa dan gangguan kesehatan mental sulit dibedakan (foto: pixabay/138843)
SETIAP manusia sejatinya pernah merasakan kesedihan dalam hidupnya. Namun, kamu perlu waspada bila yang terjadi bukanlah sedih biasa, melainkan gangguan kesehatan mental.
Hal tersebut dipaparkan oleh Psikolog Klinis Dewasa, Muthmainah Mufidah dari Universitas Indonesia. Ia menjelaskan, bahwa rasa sedih di kehidupan sehari-hari biasanya tak terlalu berpengaruh pada aktivitas.
Baca Juga:
"Kalau down sehari-hari biasanya kita masih tetap bisa mengerjakan tugas atau kegiatan sehari-hari kita, meski mungkin ada perubahan kecepatan atau jumlah," Jelas Mufidah seperti yang dikutip dari laman Antara.

Menurut Mufidah, manusia yang memilik sifat dinamis, tentu pernah naik turun dalam kehidupan. Ia menambahkan, bahwa ada sejumlah hal yang membuat hati bahagia, tapi, di sisi lain ada juga yang membuat murung, sedih dan marah.
Namun, bila rasa sedih berkelanjutan di kehidupan sehari-hari, terlebih selama dua pekan berturut-turut. Segeralah meminta bantuan profesional pada psikolog atau psikiater, agar masalahnya bisa segera ditangani.
Perihal mana yang lebih dulu antara psikolog atau psikiater, menurut Mufidah tidak masalah siapa yang lebih dahulu didatangi. Karena, baginya, keduanya punya tujuan yang sama, yakni membantu orang mengatasi masalah kesehatan mental. Bila dibutuhkan, keduanya bisa saling rujuk
Baca Juga:
Adapun perbedaan dari psikiater yakni dokter yang punya wewenang dalam memberikan resep obat pada pasien, bila dibutuhkan. Sementara psikolog, lebih fokus terhadap perubahan tingkah laku, serta pengelolaan pikiran dan perasaan.

Tapi, sebenarnya kamu tak perlu harus menunggu adanya gangguan kesehatan mental, sebelum pergi ke psikolog atau psikiater. Karena, berkonsultasi dapat dilakukan kapanpun, bahkan saat kamu tak merasa ada masalah. Karena, hal itu bisa dilakukan dengan tujuan mengembangkan diri.
Menurut laporan Risiko Global 2021 (Global Risks Report 2021) yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) bersama Zurich Insurance Group (Zurich), mendapati sebanyak 80 persen anak muda dari seluruh dunia, mengalami penurunan kondisi kesehatan mental selama pandemi COVID-19.
Laporan tersebut pun menemukan adanya kekecewaan, yang dirasakan anak muda, serta memburuknya kesehatan mental sebagai risiko global yang paling terabaikan selama pandemi COVID-19. (Ryn)
Baca Juga:
Tips Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Pandemi Virus Corona
Bagikan
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
