Target Penerimaan Pajak Yang Tinggi Bisa Gerus Daya Beli Warga
Uang Rupiah. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Presiden Jokowi membacakan RUU APBN 2022 yang menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.506,9 triliun atau naik 4,3 persen dibandingkan target dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.444,5 triliun.
Ekonom Bhima Yudhistira mengingatkan, pemerintah mesti berhati-hati meningkatkan target penerimaan pajak pada 2022 karena bisa menggerus daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap konsumsi dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berkisar 5-5,5 persen.
Baca Juga:
Penerimaan Negara di 2022 Tergantung Capaian Herd Immunity COVID-19
"Sekarang yang harus disiapkan adalah sistem dan target penerimaan pajak yang jelas. Kelompok penghasilan paling atas atau di atas Rp5 miliar perlu penambahan tarif pajak menjadi 40-45 persen,” kata Bhima yang menjabat sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) di Jakarta, Senin (16/8)
Dalam RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah berencana meningkatkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun. Hanya saja, pemerintah mengusulkan kenaikan tarifnya hanya menjadi 35 persen dari 30 persen.
Selain meningkatkan tarif pajak orang kaya, menurut Bhima, pemerintah juga perlu memberlakukan pajak karbon untuk menurunkan emisi industri dan pertambangan, sekaligus meningkatkan penerimaan pajak. Kemudian, celah penghindaran pajak juga harus ditutup.
“SDM (Sumber Daya Manusia) dan sistem perpajakannya harus disiapkan dengan matang, karena itu kunci keberhasilan implementasi pajak,” imbuh Bhima.
Ia menyarankan pemerintah tidak mengubah tarif pajak untuk bahan makanan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Peningkatan tarif untuk ketiga objek tersebut bisa menurunkan konsumsi kelas menengah. Sementara, untuk mencapai target, tarif Pajak Penghasilan (PPh) di atas Rp 5 miliar per tahun perlu naik menjadi 40 sampai 45 persen.
Pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji menilai target penerimaan perpajakan tahun 2022 yang tumbuh 4,3 persen dibandingkan target dalam APBN 2021 relatif moderat dan tidak mustahil untuk dicapai.
Penerimaan perpajakan pada 2022 mendatang, menurutnya, akan dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi seiring dengan pengendalian COVID-19, dan reformasi perpajakan yang tertuang dalam RUU KUP.
“Namun demikian, adanya risiko terjadinya shortfall di tahun ini sepertinya akan membuat target 2022 akan menjadi lebih menantang. Terutama dengan adanya kondisi pandemi yang belum sepenuhnya bisa teratasi sehingga membuat aktivitas ekonomi tidak terlalu menggembirakan, kata Bawono dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Kejar Target Investasi Rp 900 Triliun, Jokowi Sesumbar Izin Usaha Tak Akan Ribet
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
DPR RI Khawatir Fatwa MUI Tentang Pajak Daerah Akan Membuat Fiskal Daerah Indonesia Runtuh
MUI Keluarkan Fatwa Soal Pajak, Dirjen Segera Tabayyun Biar Tidak Terjadi Polemik
Gerak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Bikin Penerimaan Pajak Tambah Rp 1,75 Triliun
Penerimaan Pajak Melambat, Ini Alasan Kemenkeu
Proses Pengesahan STNK Tahunan Tidak Perlu BPKB, Ini Syarat dan Mekanisme Lengkapnya
Pendapatan Daerah Hilang Besar, Pemprov DKI Dorong Evaluasi Insentif Kendaraan Listrik
Bekas Dirjen Jadi Tersangka di Jaksa Agung, Menkeu: Bantah Lagi Bersih-Bersih Ditjen Pajak
Kejagung Geledah Sejumlah Tempat Terkait dengan Dugaan Korupsi, DJP Hormati Proses Penegakan Hukum
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Jadi Permanen, Purbaya Kasih Syarat Ini
Kemenkeu Kejar Pengemplang Pajak Nakal, Targetkan Kantongi Rp 20 Triliun