Tan Malaka: Penggagas Pertama Republik Indonesia (Bagian 4)
Tan Malaka (sumber: Istimewa)
MerahPutih Nasional - Gagasan republik sebagai bentuk negara Indonesia ternyata jauh-jauh hari sudah dicetuskan Datuk Ibrahim Tan Malaka sebelum negara ini terbentuk.
Gagasan pemikiran tersebut dituliskannya dalam bukunya yang berjudul 'Naar de Republiek Indonesia' (menuju Republik Indonesia). Gagasan tersebt di tuliskan Tan Malaka saat berada di Kanton, Tiongkok, pada 1925.
Pemikiran Tan Malaka kemudian banyak dijadikan acuan. Gagasan Tan Malaka soal republik barulah diikuti oleh tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, yang menulis hal tersebut dalam bukunya yang berjudul 'Indonesia Vrije' pada 1928,ataupun Ir Sukarno yang membahas soal republik dalam rekam bukunya yang berjudul 'Menuju Indonesia Merdeka' pada tahum 1933.
Dalam buku berjudul Tan Malaka Bapak Republika yang Dilupakan karya Zulkifli Alif, Tan Malaka memberikan perumpamaan tentang burung gelatik untuk menjelaskan republik yang ia angankan.
"Burung ini terlihat seperti makhluk yang lemah. Banyak yang mengancamnya. Di dahan yang rendah, dia harus waspada terhadap kucing yang siap menerkam. Tetapi dahan yang lebih tinggi juga bukan tempat yang aman baginya. Ada elang yang siap menyambar sang gelatik, sehingga hidupnya tidak merdeka. Ia hidup penuh ketakutan dan dengan perasaan terancam. Serba tak bebas," ucap Tan Malaka.
Tetapi, jika burung gelatik berada dalam satu rombongan besar, ia akan bebas menjarah padi di saat sawah sedang menguning. Burung gelatik, yang sesaat lalau terlihat seperti makhluk yang lemah, bisa berubah drastis menjadi pasukan penjarah yang rakus tiada ampun. Keringat petani selama empat bulan terbuang sia-sia. Padi habis disantap sekawanan gelatik.
Tan Malaka beranggapan, Indonesia harus bebas dari ketakutan seperti ini. Setelah bebas dari penjajahan, merdeka bagi Tan Malaka bukan bertarti bebas menjarah dan menghancurkan bangsa lain. Merdeka itu memiliki dua arah: bebas dari ketakutan dan tidak menebar teror terhadap bangsa lain. Inilah prinsip Indonesia merdeka.
Di saat para tokoh pejuang lain baru berpikir tentang persatuan, atau paling jauh berpikir tentang Indonesia Merdeka, Tan Malaka dengan langkah tegas menggagas Republik untuk Indonesia.
BACA JUGA: Tan Malaka: Sepak Bola Adalah Alat Perjuangan (Bagian 3)
Dalam benak pemikiran Tan Malaka, sistem republik tidak menganut paham trias politika seperti yang dicanangkan Montesquieu, yang membagi kekuasaaan lewat tiga badan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Di mata Tan Malaka, pembagian kekuasaan yang terdiri atas eksekutif, legislatif dan parlemen hanya, menghasilkan kerusakan. Pemisahan antara orang yang membuat undang-undang dan yang menjalankan aturan menimbulkan kesenjangan antara aturan dan realitas. Pelaksanan di lapangan eksekutif adalah pihak yang langsung berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya.
Dengan pembagian kekuasaan Tan Malaka beranggapan nantinya lembaga eksekutif akan selalu dibuat kewalahan dalam menjalankan tugas. Terlebih lagi ketika aturan dibuat oleh orang-orang orang dalam lembaga legislatif, yang hanya melihat persoalan dari jauh saja.
Bagi Tan Malaka, keberadaan parlemen dalam republik Indonesia tidak boleh ada, yang tertuang jelas pendirian Tan Malaka dalam buku Soviet Parlement.
Tan Malaka berpandangan bahwa negara republik adalah sebuah negara efisien. Tan Malaka meyakini bahwa sistem terbaik adalah Republik non kepartaian, menurutnya, sistem parlemen dan kepartaian merupakan sumber dari pecah belahnya masyarakat.
Dua Program Besar
Ia dengan tegas membagi menjadi dua program besar yang harus segera dijalankan saat Republik impiannya tersebut terwujud yakni Minimum Program dan Maksimum Program.
Tan Malaka menghendaki sistem partai tunggal melalui mekanisme Kongres dan sistem musyawarah sebagai basis pengambilan keputusan, serta menerapkan sistem ekonomi komunalisme kapital tertutup yang tetap mengizinkan swasta namun menolak investasi asing, melalui mekanisme memperhitungkan produksi dengan kebutuhan. Sistem ekonomi tidak dijalankan dengan hukum penawaran dan permintaan, sehingga pada praktiknya akan ada pengendalian harga. Tahap ini disebut Tan Malaka sebagai Minimum Program.
Kemudian pada tahap selanjutnya, Indonesia melakukan ekspansi dan mulai membuka diri dengan tetap didasarkan pada kedaulatan ekonomi politik 100%, untuk membentuk federasi Asia Tenggara (dan Australia Utara) atau Federasi Aslia. Tahapan ini disebut Tan Malaka sebagai Maksimum Program. (man)
Bagikan
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Gibran Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Dianggap Lebih Berjasa dari Soekarno dan Soeharto
Marsinah Dijadikan Pahlawan Nasional, Bukti Negara Mulai Menghargai Kelompok Buruh
Dari Akademisi hingga Diplomat, Kiprah Prof. Mochtar Kusumaatmadja Kini Diabadikan sebagai Pahlawan Nasional
Gus Dur dan Syaikhona Kholil Jadi Pahlawan Nasional, PKB: Bentuk Pengakuan Negara atas Jasa Besarnya
Ubedilah Badrun Sebut Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bukti Bangsa Kehilangan Moral dan Integritas
Soeharto & Marsinah Barengan Jadi Pahlawan Nasional, SETARA Institute Kritik Prabowo Manipulasi Sejarah
Ahli Waris 10 Pahlawan Nasional Baru Terima Rp 57 Juta dari Negara, Termasuk Keluarga Cendana
Mensos Akui Nama BJ Habibie Telah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, tapi belum Disetujui Tahun Ini
Jusuf Kalla soal Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ada Kekurangan, tapi Jasanya Lebih Banyak
Kakak Marsinah Titip Pesan Kepada Presiden Prabowo Subianto: Hapus Total Sistem Outsourcing