Studi Baru: Jenis Musik Tertentu dapat Kurangi Rasa Sakit


Mendengarkan lagu favorit dapat mengurangi persepsi seseorang terhadap rasa sakit. (Foto: freepik/azerbaijan_stocke)
TIDAK ada keraguan bahwa musik dapat menenangkan jiwa bagi sebagian orang, tapi ternyata musik juga dapat menjadi penenang sementara untuk rasa sakit fisik.
Mendengarkan lagu favorit dapat mengurangi persepsi seseorang terhadap rasa sakit, menurut sebuah penelitian baru yang diterbitkan pada Rabu (25/10) di jurnal Frontiers in Pain Research. 'Obat' pereda nyeri yang paling efektif ditemukan adalah lagu-lagu sedih yang merinci pengalaman pahit-manis dan emosional.
“Musik tidak dapat menggantikan Tylenol saat kamu sakit kepala, tapi musik dapat membantu meredakannya,” kata profesor ilmu biomedis dan molekuler Patrick Stroman di Queen’s University di Kingston, Ontario, Kanada seperti diberitakan CNN (25/10).
Stroman tidak terlibat dalam penelitian terbaru tapi telah melakukan penelitiannya sendiri tentang hubungan antara rasa sakit dan musik. Tidak seperti obat, katanya, tidak ada efek samping atau risiko saat mendengarkan musik, cukup pertahankan volume pada tingkat yang wajar.
Penelitian kecil ini mengundang 63 orang dewasa muda untuk membawakan dua lagu favorit mereka, dan satu-satunya persyaratan adalah lagu tersebut harus berdurasi minimal 3 menit dan 20 detik. Satu pilihan mewakili musik favorit mereka sepanjang masa, dan yang lain merupakan lagu yang akan mereka dengarkan ketika terdampar di pulau terpencil.
Para peneliti juga meminta para remaja memilih satu dari tujuh lagu yang dianggap menenangkan dan asing bagi peserta penelitian. Tujuh lagu yang dapat mereka pilih adalah Cotton Blues, Jamaicare, Légende Celtique, Musique de Film, Nuit Cubaine, Reggae Calédonien, dan Sega Mizik Kèr.
Baca juga:

Dampak lagu melankolis
Setiap orang menjalani durasi 7 menit di mana mereka diinstruksikan untuk menatap layar monitor sambil mendengarkan musik favorit mereka, salah satu dari tujuh lagu instrumental yang menenangkan, masing-masing berdurasi selama 6 menit 40 detik), atau versi acak dari kedua lagu dan lagu santai yang dipilih.
Musik yang diacak adalah gabungan ketiga lagu yang berisik, digabung-gabung, dan ditempatkan secara acak sehingga tidak memiliki struktur aslinya.
Serta, satu durasi berdurasi 7 menit ketika orang-orang harus duduk diam. Sementara itu, para peneliti menempelkan benda panas, mirip dengan rasa sakit akibat cangkir teh panas mendidih di kulit, ke lengan kiri bagian dalam peserta.
Saat menilai pengalaman mereka, orang-orang lebih cenderung melaporkan bahwa mereka merasa lebih sedikit rasa sakit saat mendengarkan lagu favorit mereka dibandingkan dengan mendengarkan lagu santai atau keheningan yang asing.
Lagu yang diacak juga tidak mengurangi rasa sakit, yang menurut penulis merupakan bukti bahwa musik lebih dari sekadar pengalih perhatian dari pengalaman yang tidak menyenangkan.
Dengan jutaan lagu yang tersedia, lagu favorit seseorang mungkin tidak sama dengan lagu favorit lainnya. Setelah mewawancarai partisipan tentang lagu yang mereka bawa dan tingkat rasa sakitnya, para peneliti menemukan bahwa orang yang mendengarkan lagu yang pahit manis dan mengharukan merasakan lebih sedikit rasa sakit dibandingkan ketika mereka mendengarkan lagu dengan tema yang menenangkan atau ceria.
“Ini adalah hasil yang sangat keren. Saya pikir itu adalah sesuatu yang saya sendiri dan mungkin banyak orang secara intuitif memahami mengapa kita mendengarkan musik yang pahit, melankolis, atau bahkan spiritual,” kata penulis utama studi Darius Valevicius, seorang mahasiswa doktoral ilmu saraf di Universitas Montreal.
Baca juga:
Kepribadian Seseorang Bisa Dilihat dari 6 Genre Musik Favorit

Musik memodulasi rasa sakit
Orang-orang yang mendengarkan lagu-lagu yang pahit juga melaporkan lebih merinding - sensasi dan getaran yang kamu rasakan karena mendengarkan musik yang menyenangkan.
Sensasi ini dikaitkan dengan tingkat ketidaknyamanan yang lebih rendah yang ditimbulkan oleh rasa sakit yang membakar yang mereka rasakan dalam percobaan. Meski belum diteliti secara menyeluruh, Valevicius mengatakan menurutnya musik demikian tersebut dapat menyebabkan efek penghambat rasa sakit.
Meskipun dia tidak meneliti rasa menggigil dalam penelitian ini, Valevicius berhipotesis bahwa sensasi ini mungkin merupakan tanda-tanda gangguan sensorik. Untuk mencegah otak terbebani dengan setiap rangsangan di sekitar seseorang, otak menyaring segala rangsangan yang dianggap berlebihan atau tidak relevan.
Dalam hal ini, otak mungkin mendengarkan musik dan menyaring beberapa pesan rasa sakit yang masuk. Saat tubuh kita masih merasakan rasa sakit, pesan yang membuat pikiran sadar kita merasakan rasa sakit tersebut mungkin tidak tersampaikan.
Kemampuan tubuh untuk melibatkan emosi dan perasaan membantu mengukur seberapa penting rasa sakit pada saat itu. Stroman dan tim penelitinya baru-baru ini menggunakan pencitraan otak untuk menangkap apa yang terjadi di sistem saraf pusat ketika orang terkena rasa sakit saat mendengarkan musik.
Para peneliti mengamati konektivitas otak yang mengubah musik di berbagai wilayah otak yang terlibat dalam rasa sakit, memori, dan pemrosesan keadaan emosi subjektif. (aru)
Baca juga:
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif

Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo

Ilmuwan Klaim Temukan Warna Baru yang Disebut Olo, Dianggap Bisa Bantu Penyandang Buta Warna
