SETARA Nilai Pidato Kenegaraan Jokowi Hambar dan Tak Menyakinkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan RAPBN 2025. Foto: Dok YouTube DPR
MerahPutih.com - Pidato Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan DPR/MPR/DPD, Jumat (16/8) kemarin menuai sorotan.
Ketua SETARA Institute Jakarta, Ismail Hasani menilai sebagai pidato terakhir setelah 10 tahun menjabat, seharusnya Presiden Jokowi dapat menyampaikan milestone hingga lompatan pencapaian bangsa dalam 10 tahun terakhir.
“Paparan sederhana kemarin tidak cukup meyakinkan publik bahwa 10 tahun kepemimpinannya membawa perubahan signifikan,” kata Ismail dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (17/8).
Menurut Ismail, pidato Jokowo hanya fokus pada aspek pembangunan ekonomi. Lalu dianggap tidak meyakinkan karena kondisi faktual daya beli masyarakat semakin menurun dan ancaman PHK di berbagai bidang.
“Capaian kinerja ekonomi Jokowi juga tidak diimbangi dengan pengakuan hak-hak warga yang menjadi korban pembangunan,” ungkap Ismail.
Baca juga:
Cak Imin Sebut Permintaan Maaf Jokowi untuk Lepas Jabatan dengan Husnul Khatimah
Sementara, Jokowi sama sekali tidak menyampaikan capaian di bidang pembangunan hukum, HAM dan demokrasi secara holistik, hanya menyebut keberhasilan membentuk KUHP.
Gegap gempita gagasan di awal masa jabatan Jokowi terkait pembangunan manusia melalui kebijakan revolusi mental, sama sekali tidak diceritakan, sampai di titik mana lompatan itu dicapai.
“Pidato itu seperti gambaran kemunduran-kemunduran yang sebagiannya ditutupi dengan keberhasilan ekonomi,” ucap pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah itu.
Ismail melihat, pidato Jokowi juga tidak mengangkat persoalan perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam lima tahun terakhir.
Dia mengingatkan, Indeks HAM yang dirilis SETARA Institute dari 2019 hingga 2023, skor kinerja HAM nasional mengalami stagnasi dan tidak bisa naik lebih dari skor 3,3, yang tertinggi di tahun 2022.
Baca juga:
Beda dengan Bung Karno, Jokowi Tampilkan Teater Para Penjajah yang Bungkam Rakyat
“Negara belum memiliki komitmen kuat dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM yang semestinya menjadi kewajiban konstitusional,” tutur Ismail.
Ismail mengingatkan, pada aspek pembangun hukum, HAM dan demokrasi, penting bagi pemerintahan selanjutnya mempertimbangkan aspek demokrasi konstitusional dalam pemajuan bangsa dan negara.
Khususnya yang dapat dilakukan dengan prioritas mendorong pembangunan dan tata kelola pemerintahan inklusif, membentuk ekosistem toleransi bagi seluruh kalangan masyarakat, pengarusutamaan perlindungan hingga dalam bentuk penghormatan.
“Termasuk pemenuhan hak konstitusional warga negara dalam setiap aspek pemerintahan,” tutup Ismail.
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Ingin Dicap sebagai Pahlawan, Jokowi Datangi Lokasi Bencana di Sumatra
[HOAKS atau FAKTA] : Prabowo Larang Jokowi Pergi ke Luar Negeri karena Kasus Dugaan Ijazah Palsu
Disebut Resmikan Bandara IMIP Morowali, Jokowi: Semua yang Tidak Baik Dikaitkan dengan Saya
Polda Metro Terima Aduan Roy Suryo, Gelar Perkara Khusus atas Kasus Hoax Ijazah Jokowi
[HOAKS atau FAKTA]: Jokowi Marahi Menkeu Purbaya karena Menolak Membayar Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
ANRI Pastikan tak Terima Salinan Ijazah Jokowi
[HOAKS atau FAKTA]: Bobby Nasution Sebut Hanya Iblis yang Tak Bisa Dipanggil Penegak Hukum
[HOAKS atau FAKTA] : Roy Suryo Akhirnya Akui Keaslian Ijazah dan Meminta Maaf kepada Jokowi
Jokowi Pidato Forum Bloomberg New Economy Forum 2025, Paparkan Revolusi Ekonomi Cerdas
Kader PDIP Sebut Serangan Ahmad Ali ke Jokowi Adalah Order Busuk Agar Aman dari KPK