Serikat Mahasiswa Ini Merasa Lebih Intelek Gugat ke MK, daripada Minta Perppu KPK
Logo KPK. Foto: Ist
MerahPutih.com - Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) menilai akai massa besar-besaran menolak UU KPK yang baru disahkan dianggap tak lagi relevan. Salah satunya karena proses judicial review tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Ketua Umum PB SEMMI Bintang Wahyu Saputra menilai proses hukum secara konstitusional sama saja proses pengawalan terhadap revisi Undang-Undang KPK yang sekarang sudah bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga
"Proses pengajuan Judical Review tersebut yang akan kami kawal. Alasan kami cukup sederhana, bahwasanya sebagai kaum muda yang intelektual, maka sudah seharusnya kita melakukan proses intelektual juga dalam mengawal kebijakan pemerintah, bukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk membatalkan Undang-Undang," kata Bintang dalam keterangannya kepada Merahputih.com di Jakarta, Kamis (17/10).
Bintang mengatakan, proses adu gagasan di MK adalah cara yang paling bermartabat. "Menolak Presiden mengeluarkan Perpu KPK dan mendukung melakukan judicial review sesuai jalur hukum yang ada;" ungkap Bintang.
Dirinya lantas khawatir aksi yang terjadi rawan ditunggangi oleh kepentingan lain. Ia melihat persoalan yang tak kalah penting yang dapat menganggu dan mengancam persatuan adalah menggagalkan pelantikan Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin pada 20 Oktober mendatang.
"Presiden dan wakil presiden terpilih melalui sistem demokrasi, yakni sebuah sistem dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Dan yang paling adalah presiden terpilih merupakan pilihan rakyat," jelas Bintang
Oleh karena itu, Bintang menyebut, sudah merupakan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal pelantikan presiden dan wakil presiden.
Baca Juga
"Karena presiden dan wakil presiden yang terpilih adalah pilihan rakyat melalui sistem demokrasi terbuka," terang Bintang.
Di sisi lain, Bintang juga menyoroti beberapa peristiwa yang merongrong persatuan terlihat begitu menganga di Indonesia ini. Sebut saja, peristiwa di Papua yang begitu santer meminta untuk merdeka yang pada akhirnya melahirkan perilaku-perilaku teror alias teroris dihadapan masyarakat.
"Perilaku teror atau kita sebut dengan teroris tidak selalu identik dengan agama. Teror itu dilakukan oleh sekelompok orang yang melakukan tindakan menakut-nakuti, mengancam, membahayakan hingga sampai membunuh. Siapa saja yang memenuhi kriteria tersebut maka dapat kita katakan sebagai aksi terorisme;" jelas Bintang.
Baca Juga
Selain terorisme, persoalan lain yang dapat menganggu persatuan Indonesia adalah masalah radikalisme.
"Akar dari aksi terorisme adalah radikalisme. Hanya satu kata yang dapat kita lakukan untuk menghentikan terorisme, yakni harus kita lawan," terang Bintang. (Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Pintu-Blockvest Bongkar Kunci Sukses Bagi Mahasiswa yang Ingin Jadi Jutawan Lewat AI dan Blockchain
Krisis Pembiayaan, Pemerintah Pusat Siap Selamatkan Mahasiswa Papua di Luar Negeri
3 Mahasiswa KKN UIN Semarang Hanyut dan Meninggal di Sungai Jolinggo Kendal
[HOAKS atau FAKTA]: Kementerian Kesehatan Kasih Kondom Gratis untuk Setiap Mahasiswa Semester 4 ke Atas
Aksi Demo Mahasiswa Peringatan Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta
Saat Presiden Prabowo Ajak Wisudawan Nyanyikan Bersama Kasih Ibu, Ingatkan Sosok Paling Berharga
Aksi Mahasiswa Gelar Rapat Dengar Pendapat Warga di Gedung DPR Jakarta
Ribuan Beasiswa Kelapa ala Jerry Hermawan Lo untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan Prabowo
BEM Mahasiswa Kembali Geruduk MPR/DPR Besok, Tagih Janji Pemerintah soal 17+8 Tuntutan Rakyat
Politikus PKS Usul Perampasan Aset Disatukan Dengan Revisi Undang-Undang KPK, Hindari Aparat Gunakan Sebagai Alat Pemerasan