Lika-liku Perjuangan Penyelenggaraan COE Indonesia 2021


Tantangan berat dalam menggelar event Cup of Excellence Indonesia 2021 (Foto: Mp/andhika hutama putra)
CUP of Excellence (COE) Indonesia akhirnya terlaksana dan sudah menemukan pemenang. Namun, untuk mengadakan COE untuk pertama kalinya di Indonesia tidak mudah. Pihak penyelenggara harus melewati beberapa tantangan dan menemukan solusi.
Country Coordinator COE Indonesia Andi Widjaja mengatakan tantangan pertama ialah untuk para petani kopi yang terlibat dalam kompetisi ini. Menurutnya, tidak mudah bagi petani untuk merelakan produksinya minimal 250 kilogram untuk tidak dijual karena menanti proses penjurian tuntas saat mengikuti COE.
Apabila dikonversikan, kata Andi produksi kopi itu setara dengan nominal Rp 20 juta-Rp 25 juta. "Jumlah tersebut tentunya tidak kecil bagi para petani," tutur Andi di Jakarta Selatan, Rabu (22/12).
Baca Juga:
Cup of Excellence Dorong Kebangkitan dan Kesejahteraan Petani Kopi Indonesia
Andi juga menambahkan kondisi geografis berdampak pada tingginya ongkos logistik yang mereka (petani) perlu keluarkan untuk mengirimkan lot ke gudang. Risiko yang harus ditanggung ketika lot tidak lolos ke babak internasional pun cukup menjadi keluhan dari beberapa peserta. Sebab mereka diharuskan mengambil kembali lot dari gudang, yang artinya memerlukan tambahan ongkos logistik.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum SCAI Michael Utama mengatakan dari fakta lolosnya 79 peserta namun hanya ada 63 peserta yang bisa mengirimkan kopinya ke gudang sebagai persyaratan administrasi lanjutan. "Para petani membutuhkan dana hingga mereka menjual lot mereka sebelum pengumuman untuk tahap nasional," ujar Michael.
Hal lain yang jadi tantangan adalah legalitas penggunaan tanah untuk penanaman kopi, yang diikutsertakan dalam COE. Sebagian besar petani kopi di Indonesia menggalang kerjasama dengan pihak lain untuk penggunaan lahannya. Sementara rekam jejak yang jelas terkait proses produksi kopi di bagian hulu jadi syarat yang perlu dipenuhi dalam COE.
Baca Juga:
Michael berharap pemerintah mendukung COE. Sejauh ini, dukungan memang sudah ada dari Bank Indonesia, BUMN, hingga BUMD. "Tapi masih belum cukup untuk menutupi semua biaya yang harus dikeluarkan dalam menjalankan program COE ini," tambah Michael.
Michael menjelaskan proses menggelar COE juga membutuhkan konsentrasi, waktu, serta sumber daya besar. Program COE hampir memakan waktu sekitar delapan bulan. Karena itu, pihak penyelenggara juga meminta dan menerima bantuan dari sektor swasta termasuk mengadakan crowd funding.

Tantangan selanjutnya dalam COE ialah mendapatkan lisensi. Menurut Daryanto Witarsa selaku Ketua Umum SCAI, meraih lisensi COE sangatlah sulit.
"Kendalanya biayanya cukup besar, sempat gagal dan tertunda beberapa kali, tapi gini, tujuannya ini kita sebenarnya bagaimana kita bisa mengapresiasi petani dan bisa meningkatkan kualitas kopi petani, untungnya banyak instansi seperti kementerian pertanian, perdagangan dan BUMN, Bank dan sebagainya yang men-support kita untuk menjalankan event ini," ujar Daryanto.
Pandemi lanjut Daryanto juga memberikan dampak terhadap pengadaan COE Indonesia. Situasi yang serba sulit membuat ruang gerak untuk mensosialisasikan COE sangat terbatas. Ketika awal pandemi, para petani mengalami kesulitan ketika mendapatkan sosialisasi secara virtual.
Pandemi kata Daryanto juga membuat mendatangkan juri dari luar negeri mengalami kendala. Sebab warga negara asing ketika masa PPKM tidak boleh memasuki Indonesia. "Sempat ditunda-tunda beberapa kali (mendatangkan juri asing ke Indonesia)," paparnya.
Meskipun mengalami jalan berliku, Daryanto bersama timnya tetap fokus menjalankan COE ini. Hingga akhirnya COE bisa terlaksana dengan sangat baik. Kompetisi ini kini memasuki penjurian akhir di tingkat internasional.
Para petani yang menanti penilaian akhir ini berasal dari Daerah Istimewa Aceh (9 petani), Jambi (2), Sumatera Selatan (1), Jawa Barat (12), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (3), Sulawesi Selatan (1), dan Nusa Tenggara Timur (1). Kopi-kopi yang mereka produksi itu menggunakan empat proses, natural (18 sampel kopi), washed (12), honey (4), dan giling basah atau wet hulled (2). (ryn)
Baca Juga:
Pemerintah Apresiasi Gelaran Cup of Excellence di Indonesia dan Pertama di Asia
Bagikan
Berita Terkait
Bersiap! Indonesia Resmi jadi Tuan Rumah World of Coffee 2025

Indonesia Jadi Tuan Rumah World of Coffee Trade Show 2025

Jakarta International Coffee Conference Dukung Perkembangan Hulu dan Hilir Industri Kopi

5 Finalis Siap Bersaing di Final Indonesia Latte Art Championship 2023

Mandie Soengkono Raih Juara 2 di 2023 World Cup Tasters Championship

Rampung, Ini Para Pemenang Kompetisi di Indonesia Coffee Festival 2023

Persaingan Ketat Semifinal IBC, IBRC, dan ICTC di Indonesia Coffee Festival 2023

Ketua SCAI: Indonesia Coffee Festival Jadi Momen Pertemuan Pelaku Bisnis

Indonesia Coffee Festival 2023 Resmi Dibuka

Gelaran Kopi Terbesar Indonesia Coffee Festival Siap Digelar Akhir Pekan Ini
