Rupiah Terdepresiasi, Suku Bunga Bank Indonesia Diminta Bertahan di 6 Persen


Pecahan seratus ribu rupiah di atas uang dolar AS, pada pusat uang tunai sebuah bank di Jakarta. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
MerahPutih.com - Rupiah sejauh ini telah terdepresiasi sekitar 2,98 persen month-to-month (mtm) atau 5,5 persen year-to-date (ytd) terhadap dolar AS dan tercatat sebagai salah satu mata uang dengan performa terburuk dibandingkan negara sejawat (peer country) dan hanya lebih baik dari Lira Brazil dalam satu bulan terakhir.
Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menyampaikan, Bank Indonesia (BI) sebaiknya mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 6 persen untuk meredam dampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Baca juga:
KPK Ungkap Dua Pejabat Punya Aset Kripto Miliaran Rupiah
"Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal dalam dua minggu terakhir, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ujar Teuku Riefky.
Ia memaparkan, meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel menimbulkan sentimen bahwa bank sentral Amerka Serikat, Federal Reserve System atau The Fed, berpotensi menahan suku bunga acuannya lebih lama.
"Hal tersebut mendorong investor untuk mengalihkan portofolionya dari pasar modal domestik. Selama minggu pertama pascalibur Lebaran, arus modal keluar mencapai USD 490 juta dolar," katanya dikutip Antara, Rabu (24/4).
Sementara itu, akumulasi modal keluar selama satu bulan terakhir per 18 Maret hingga 18 April mencapai 2,11 miliar dolar AS dan tercatat sebagai arus modal keluar bulanan terbesar sejak September lalu.
"Imbasnya, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun meningkat menjadi 7,03 persen dari 6,67 persen pada bulan sebelumnya, mencapai titik tertingginya dalam lima bulan terakhir," kata Riefky.
Selain itu, imbal hasil SUN tenor satu tahun juga melonjak mencapai 6,33 persen dari 6,19 persen pada bulan sebelumnya. BI pun merespons dengan meningkatkan intensitas intervensi moneter melalui strategi triple intervention, yakni intervensi aktif di pasar spot valuta asing, pembelian Surat Berharga Negara (SBN), dan intervensi di pasar domestic non-delivery forward (DNDF).
"Intervensi yang dilakukan BI dalam seminggu terakhir akhirnya mampu menstabilkan nilai tukar rupiah, walaupun hanya pada kisaran Rp 16.200 per dolar AS karena besarnya tekanan eksternal," katanya. (*)
Baca juga:
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Tren Pelemahan Rupiah Berlanjut, Masalah Fiskal dan Politik Jadi Pemicu

Pasar Melemah dan Rupiah Bisa Capai Rp 16.500 Per Dolar AS, Airlangga Minta Investor Tetap Tenang

Langkah BI Stabilkan Rupiah di Tengah Ketegangan Aksi Demo

DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi RAPBN 2026, Suku Bunga dan Rupiah Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi?

Suku Bunga Bank Indonesia Sudah Diturunkan Berkali-kali, Bunga Kredit Perbankan Masih Tinggi

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta
