Putusan MK Izinkan Kampanye di Sekolah Bahayakan Keselamatan Siswa


Ilustrasi pemilu. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
Menyikapi putusan itu, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengaku kecewa dengan keputusan MK tersebut. Menurut dia, ruang pendidikan salah kaprah bila dijadikan lokasi kampaye untuk menarik suara.
Baca Juga:
KPU DKI Telah Kirim Surat ke Parpol Soal Larangan Alat Peraga Kampanye
Padahal selama ini, kata dia, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik.
"Sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilihan umum (Pemilu)," ujar Retno melalui keterangan tertulisnya, Selasa (22/8).
Disamping itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI Heru Purnomo menuturkan, jika tempat pendidikan dijadikan tempat berkampanye secara teknis ini menyulitkan sekolah. Kata dia juga, kegiatan kampanyd ini bisa mengganggu kegiatan belajar sekolah.
"Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya," urainya.
Adapun alasan yang FSGI sebut atas putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yakni menjadi pertanyaan apakah lembaga pendidikan yang dimaksud dalam putusan MK tersebut berlaku pada sekolah TK, SD, dan SMP. Pasalnya menurut FSGI, usia peserta didik di tingkat tersebut bukanlah usia pemilih.
"Menjadi pertanyaan bagi FSGI, apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP, diperbolehkan? Seharusnya tidak, karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih," ujar Heru.
Kemudian alasan selanjutnya, FSGI menilai kendati kampanye dilakukan di SMA hanya ada sebagian saja usia pemilih.
Baca Juga:
Dapat Pantun dari Warga Gunung Kidul, Prabowo Tertawa: Belum Musim Kampanye
Kendati FSGI tak menampik, pemilih pemula ini jumlahnya cukup besar sehingga menjadi target banyak calon legislatif, calon bupati, calon wali kota, calon gubernur dan calon presiden.
FSGI menyebutkan tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, tempat-tempat tersebut tidak dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu.
"Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat," ujarnya.
FSGI menyebutkan apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah.
FSGI menyebutkan tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun demikian, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu.
Kendati putusan MK menyebutkan tanpa atribut kampanye hal tersebut tak menghilangkan relasi kuasa dan uang. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan.
"Kondisi tersebut menurut FSGI jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah," lanjut Retno. (Asp)
Baca Juga:
Ajak Anak Muda Raih Cita-Cita Lewat Kampanye One Indonesia Live Your Dreams
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025

Strategi Disdik DKI Cegah Siswa Ikut Demo, Pemberlakuan Belajar Jarak Jauh hingga Pengawasan Khusus pada Sekolah Rawan

Pemerintah Targetkan 12 Sekolah Garuda Rampung pada 2026, 4 Siap Beroperasi

Pelajar Indonesia Kesulitan Membaca Jam Analog, Kemampuan Numerasi Siswa Rendah
Negara Salurkan Rp 354,09 Buat Kebutuhan Hidup Anak Yatim Piatu, Diberikan ke Anak di Bawah 18 Tahun

Belasan Ribu Siswa Sekolah Rakyat Bakal Dapat Laptop Baru, Mensos Beri Jaminan Penting

Pendirian Sekolah Rakyat Dinilai Langkah Strategis Atasi Kemiskinan Struktural

Miris, APBD Jakarta Rp 91,34 T Tapi Masih Ada Anak Putus Sekolah karena Biaya

HUT Ke-80 RI Jatuh pada Akhir Pekan, Apakah Sekolah Wajib Menggelar Upacara Bendera?

Bantu Program Prabowo, Pramono Sediakan Gedung untuk Sekolah Rakyat
