PT TMI Diragukan Bisa Monopoli Pengadaan Alutsista Senilai Rp 1,7 Kuadriliun
Ilustrasi alutsista (Foto: Instagram/belajar.militer)
Merahputih.com - Pengamat Pertahanan Andi Widjajanto meragukan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) bisa memonopoli pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun. Sebab, modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan manapun untuk memenuhi.
"Kalau dibilang PT TMI akan ambil semua Rp 1,7 kuadriliun, saya yakin pasti tidak bisa," kata Andi dalam keterangannya, Senin (7/6).
Baca juga:
Hitungannya sederhana, dari Rp 1,7 kuadriliun maka penyertaan modal kira-kira harus 30 persen dari jumlah tersebut atau sekitar Rp 600 triliun.
Dari Rp 600 triliun tersebut, PT TMI harus menyediakan dana paling tidak Rp 200 triliun. Jumlah itu terlalu besar. Bahkan, diyakini tidak ada perusahaan di Tanah Air yang bisa memenuhi termasuk BUMN sekalipun.
"Jadi, mengambil keseluruhan proyek senilai Rp 1,7 kuadriliun dengan hitungan bisnis normal tidak akan bisa. Tidak bisa dicari cara cepat untuk menguasai Rp 1,7 kuadriliun di tangan satu entitas," tuturnya.
Menteri Pertahanan diyakini akan melihat BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta dan diatur bersama-sama. Di sisi lain, Andi menilai berdirinya PT TMI dalam memeriahkan industri alutsista merupakan hal wajar.
Perusahaan tersebut dinilai melihat adanya peluang perluasan bisnis di bidang industri pertahanan seiring dengan disahkan-nya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"UU Ciptaker menyatakan sekarang boleh swasta jadi 'lead integrator' memproduksi senjata. Sebelum ada UU Ciptaker yang boleh hanya delapan BUMN," beber dia.
Baca juga:
Produk Lokal Made In Negeri Aing Ternyata Dipakai Pembalap MotoGP dan Moto2
Meski demikian, ia mengingatkan swasta diperkenankan menjual dan memproduksi senjata atas izin Menteri Pertahanan. Kemudian wajib ada alih teknologi sesuai mandat UU Industri Pertahanan.
Selain swasta, merujuk UU Ciptaker investor asing kini juga diperkenankan menanamkan modal pada industri pertahanan. Sebelumnya, sektor ini termasuk terlarang atau tercantum dalam daftar negatif investasi (DNI).
"Jadi, bisa saja Pindad dapat 'investment joint venture', misalnya, dengan Jerman seperti yang dilakukan Rheinmetall ke Turki. PT Dirgantara Indonesia juga bisa saja ke Lockheed Martin," ujar dia. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Presiden Prabowo bakal Datangkan 200 Helikopter Tahun Depan, Persiapan Hadapi Bencana
Spesifikasi, Daya Angkut, dan Kecepatan Pesawat Terbesar TNI-AU Airbus A400M
TNI-AU Perdana Kedatangan Pesawat Terbesar nan Canggih Jenis Airbus A400, Bisa Angkut Muatan 30 Ton hingga Daya Jelajah Jauh
Unit Pertama A400M Sampai dengan Selamat, Prabowo Malah Sudah Kode Nambah Armada 4 Kali Lipat
A400M Sang Raja Angkut Berat TNI AU Bikin Presiden Bangga dan Langsung Disiram Air Kembang, Siap Diterbangkan ke Gaza?
Aksi KSAD Jenderal Maruli di Atas Artileri Berat, Sukses Tembak Jatuh Drone Musuh
Indonesia Belum Tertarik Beli Rudal BrahMos India
Airbus A400M Bakal Bermarkas di Lanud Halim, 22 Personel TNI AU ke Spanyol Belajar Cara Pengoperasian
Airbus A400M Tiba 3 November, Armada Logistik Baru TNI AU dengan Spesifikasi Super Besar
Setara F-16 Fighting Falcon, Begini Spesifikasi Jet Chengdu J-10 yang Dibeli Pakai APBN Rp 148 T