Prof Maswadi Rauf: Pembubaran HTI Harus Berdasarkan Hukum
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS) Prof. Maswadi Rauf. (Foto: Mp/Ponco)
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS) Prof. Maswadi Rauf mengatakan, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah harus berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurutnya, pemerintah harus bisa membuktikan bahwa HTI melanggar Pancasila dan bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Harus berdasarkan hukum, harus terbukti bahwa dia bersalah melanggar Pancasila. Harus terbukti bertentangan dengan NKRI," kata Maswadi di Menara Universitas Nasional, Kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu (13/5).
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan, jika ideologi HTI terbukti bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia, maka pembubaran tersebut tidak menjadi pesoalan.
"Kalau ada buktinya, ya saya pikir tidak masalah (dibubarkan). Cuma pemerintah harus membuktikan bahwa ada yang dilanggar oleh HTI. Itu oleh Pengadilan," pungkasnya.
Visi dan misi HTI dan Hizbut Tahrir sedunia adalah menegakkan khilafah. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia yang bertanggung jawab menerapkan hukum Islam. Hal itu lah yang dinilai oleh pemerintah bertentangan dengan Pancasila.
"Apakah ideologi itu diwujudkan dalam tindakan. Perbuatan itu lah yang melanggar hukum. Kalau ideologi itu kan ditunjukkan dengan tindakan. Dan tindakan itu yang harus dibuktikan. Ada ga tindakan yang melanggar hukum itu? Apa yang dilanggar? Jadi perlu ada Pengadilan," jelasnya.
"Jadi memang hukum yang jadi landasan untuk pembubaran itu," tegas Maswadi.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) akhirnya mengeluarkan pernyataan sikap atas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pemerintah secara tegas menyatakan akan membubarkan HTI.
Menko Polhukam menegaskan, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Menurut Menko Polhukam, keputusan itu bukan berarti pemerintah anti terhadap ormas Islam. Namun, semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (Pon)
Bagikan
Berita Terkait
Pemerintah Harus Bayar Utang Whoosh Rp 1,2 Triliun per Tahun, Pengamat Sebut Bisa Jadi Bom Waktu
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah
Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan
Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029