Politikus-Negarawan yang Lampaui Kebesaran Partai dan Parlemen


Tokoh Masyumi Muhammad Natsir (Foto: Youtube)
MerahPutih Nasional - Adalah Muhammad Natsir (17 Juli 1908-6 Februari 1993) salah seorang bapak bangsa yang mendedikasikan hidupnya untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Sebagai seorang politikus, Natsir memegang teguh prinsip dan ideologi perjuangan partai.
Di awal kemerdekaan perbedaan pendapat dan pandangan sudah menjadi hal biasa. Kala itu Natsir berkecimpung di Partai Masyumi. Sebagai seorang politikus tentu saja Muhammad Natsir kerap beradu argumentasi dengan lawan politiknya, baik dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialias dan sebagainya.
Di kalangan politikus kala itu adu argumentasi sudah menjadi hal biasa, perbedaa sikap, pendapat dan pandangan tidak membuat para politikus bercerai berai. Meski kerap berbeda visi-misi dan pandangan, namun para politikus satu sama lain saling menghormati. Usai berdebat panjang, mereka akan duduk dalam satu meja sambil meneguk secangkir kopi. Dalam menghadapi Belanda dan kaum Kolonialis, mereka bahu-membahu satu sama lain.
Dalam berpolitik Muhammad Nastir memegang teguh prinsip santun, bersih, konsisten dan teguh dalam pendirian. Natsir juga pernah menolak pemberian mobil mewah dari seorang pengusaha. Natsir lebih memilih menggunakan mobil pribadi De Soto miliknya yang sudah kusam. (Baca: Agus Salim: Ketegasan Diplomat Berlidah Tajam)
Sebagai seorang politikus Muhammad Nastir juga kerap duduk satu meja dengan D.N. Aidit yang kala itu menjabat sebagai Ketua Central Committee Partai Komunis Indonesia (PKI). Natsir juga pernah berpolemik tajam pada tahun 1930-an dengan Sukarno. Saat Sukarno diadili di Bandung, Natsir adalah salah satu orang yang membela proklamator tersebut. Meski kerap berbeda ide dan pikiran dalam dunia abstrak, Natsir dan Sukarno menjalin kerja sama dalam dunia konkret. Keduanya bahu-membahu menyelatkan Indonesia yang terancam eksistensinya kala itu.
Beberapa jabatan strategis pernah digenggam Muhammad Natsir, saat Sutan Syahrir menjabat sebagai Perdana Menteri, Natsir menjabat sebagai Menteri Penerangan. Kemudian pada awal tahun 1950, Natsir menjabat sebagai Perdana Menteri.
Saat menjabat sebagai Perdana Menteri, Muhammad Natsir tidak mendapat dukungan dari PKI dan PNI, akibatnya Natsir mengalami kesulitan dalam membentuk kabinet. Presiden Sukarno sendiri saat itu segera turun tangan. Meski tidak mendapat dukungan PNI dan PKI namun Natsir tetap membentuk kabinet yang berisi 18 orang profesional. Namun sayang kabinet yang dibentuk Natsir hanya bertahan 7 bulan. (Baca: Agus Salim: Jurnalis Berpena Tajam)
Muhammad Natsir memang telah tiada, ia telah pergi menghadap sang pencipta untuk selamanya. Ibarat pepatah, harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, begitu juga Natsir yang sudah tiada. Ia pergi meninggalkan tauladan, contoh dalam menjalankan politik santun, saling menghargai dan menghormati.
Politik santun itulah yang perlu dikembalikan bahkan ditauladani oleh para politikus masa kini. Terlebih saat dunia politik masa kini terasa pengap dengan skandal korupsi, bahkan skandal seks. Hal tersebut diperparah dengan sikap wakil rakyat yang semakin jauh dari konstituen. Atas nama demokrasi mereka berlomba mengejar popularitas, meniti karier politiknya.
Dalam situasi dan kesulitan ekonomi yang mendera rakyat, para politikus malah asyik mengendarai mobil mewah, berjalan keluar negeri dengan dalih kunjungan kerja (kunker). Sebaliknya tidak ada partai politik yang memberikan teguran kepada anggotanya yang berperilaku rendah. Teguran baru disampaikan saat anggota partai berbeda sikap dengan para pemimpinnya. Pada saat itulah partai akan melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) kepada anggotanya yang dinilai berseberangan dengan para pemimpinnya.
Sikap santun, khidmat, bersahaja yang ditampilkan Natsir menjadi barang langka. Natsir memang sudah tiada, tapi ide dan gagasannya akan tetap ada. Ia akan tetap dikenang sebagai salah satu bapak bangsa yang mendedikasikan hidupnya untuk kejayaan merah putih. Natsir adalah sosok politikus-negarawan yang melampaui kebesaran partai, parlemen, bahkan berdiri diatas kaki zaman. Kepada Natsirlah, para politikus perlu belajar banyak. (bhd)
Bagikan
Adinda Nurrizki
Berita Terkait
Rumah Kecil Pahlawan Nasional Slamet Riyadi Memprihatinkan, DPRD Solo Ajukan Dana Revitalisasi APBD

Pejuang dan Tokoh Pendiri DI/TII Daud Beureueh Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprahnya
Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali

Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar

Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis

Wamensos Sebut Keputusan Gelar Pahlawan Soeharto Ada di Istana

AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'

Hari Buruh 2025: Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Intip Profilnya

Pesan Usman Hamid di Perayaan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika, Ingatkan Soal Soekarno dan Soeharto
