Politik Uang Bakal Makin Marak saat Pilkada Serentak

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 26 Juni 2020
Politik Uang Bakal Makin Marak saat Pilkada Serentak

Ilustrasi Pilkada serentak 2020. ANTARA/Ardika

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, perlu kerja sama tiga lembaga negara, yakni KPU, Bawaslu, dan KPK dalam melakukan mitigasi dugaan pelanggaran pidana politik uang dalam pilkada dan pemilu.

Menurutnya, hal ini dilakukan guna memudahkan penindakan dan menghindari tumpang tindih penegakan pelanggaran pidana pemilu atau pilkada.

Baca Juga:

KPUD Jamin Kualitas Pilkada Walau Pandemi COVID

Selama ini, dia mengakui, seringkali Bawaslu dianggap melangkahi lembaga lain dalam menindak adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu.

"Mungkin saya berpikiran, kerja sama Bawaslu, KPU, dan KPK memang sangat dibutuhkan dalam menegakkan kedaulatan pemilu," ujar Fritz dalam diskusi daring internasional bertajuk "Pencegahan Fraud dan Korupsi dalam Penyelenggaraan Pilkada", di Jakarta, Kamis (25/6).

Lebih jauh pria yang pernah menjadi pengajar di STIH Jentera itu menegaskan, Bawaslu menentukan suatu pelanggaran perkara pidana pemilu berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dirinya beranggapan, tak mungkin Bawaslu menindak temuan pidana pemilu dengan melangkahi wewenang lembaga penegak hukum lainnya.

"Bawaslu menentukan perkara selalu mengacu pada 2 hal. Pertama apakah tindakan itu masuk dalam kewenangan Bawaslu atau di luar kewenangan Bawaslu," tegasnya.

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko berharap agar lembaganya (KPK), KPU, dan Bawaslu dapat duduk bersama guna memitigasi dugaan politik uang.

Ilustrasi Pilkada serentak 2020. (ANTARA/HO/20)
Ilustrasi Pilkada serentak 2020. (ANTARA/HO/20)

Hal ini sekaligus menegaskan wewenang kedua lembaga dalam hal penindakan pelanggaran politik uang, terutama yang dilakulan oleh petahana.

"Menurut saya, KPK dan Bawaslu dapat memetakan dugaan pelanggaran politik uang," harapnya.

Lembaga Ilmu Pengetahunan Indonesia (LIPI) menilai, persoalan politik uang dan politik identitas akan kembali muncul dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Pengawas pemilu harus mencegah kedua persoalan agar tak terjadi secara masif.

"Kebebasan dalam menyampaikan (suara) pemilu tercederai oleh politik uang dan politik identitas, ini akan menghantui pilkada," ujar peneliti bidang perkembangan politik nasional LIPI, Lucky Sandra Amalia.

Sandra menilai regulasi yang diterapkan dalam memberantas politik uang belum efektif. Lantaran penerima dan pemberi politik uang dapat dijerat dengan hukuman pidana.

"Misalnya saya penerima, saya tidak akan melaporkan, lebih baik saya diam, supaya dua-duanya aman," tuturnya.

Persoalan politik uang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Beleid juga mengatur sanksi bagi pidana pemilu.

Pasal 187A ayat (1) menyebut, setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih maka orang tersebut dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Ditambah denda paling sedikit Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.

Baca Juga:

Mahfud MD Minta KPK Aktif Awasi Pilkada Serentak

Pasal 187A ayat (2) menyatakan, ketentuan pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

"Kalau tidak melapor tidak akan pernah selesai, mungkin bisa diatur dalam PKPU supaya kemudian dicegah praktik politik uang," jelasnya.

Ia menyarankan, penyelenggara pemilu merumuskan formula baru dalam menanggulangi praktik politik uang. Berkaca pada pemilu sebelumnya, beberapa kasus politik uang tidak dapat naik status ke ranah pidana karena tidak cukup bukti.

"Ada orang yang lapor diberi uang Rp10 ribu, tapi uangnya sudah habis dibelikan (barang). Nah itu enggak bisa dinaikkan (ke pidana). Pengawas pemilu harus mencarikan formula politik uang," imbuhnya. (Knu)

Baca Juga:

Pilkada Saat COVID-19 Untungkan Oligarki Politik Hingga Petahana

#Pilkada Serentak #Politik Uang
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir

Berita Terkait

Indonesia
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja
Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6) di Ruang Sidang Pleno MK.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 26 Juni 2025
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja
Indonesia
Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang
Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya sama-sama didiskualifikasi
Wisnu Cipto - Rabu, 14 Mei 2025
Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang
Indonesia
Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M
Ada pergantian calon bupati (Cabup) nomor urut 3 Petrus Ricolombus Omba sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Wisnu Cipto - Jumat, 09 Mei 2025
Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M
Indonesia
KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri
Baik dari sisi hukum dan teknis penyelenggaraan, serta konsekuensi anggarannya
Angga Yudha Pratama - Selasa, 25 Februari 2025
KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri
Indonesia
Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari
Komisi II DPR RI bakal mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), guna merumuskan opsi-opsi pelantikan kepala daerah.
Wisnu Cipto - Rabu, 15 Januari 2025
Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari
Indonesia
MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu
Mahkamah Konstitusi memastikan sidang perselisihan hasil pemilihan umum gubernur, bupati, dan wali kota atau sengketa Pilkada 2024 berjalan secara proporsional dan tepat waktu sesuai tenggat 45 hari kerja.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 08 Januari 2025
MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu
Indonesia
Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret
"Itulah prinsip dasar pilkada serentak. Karena itu yang tidak sengketa pun harus menunggu selesainya yang bersengketa di MK."
Wisnu Cipto - Jumat, 03 Januari 2025
Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret
Indonesia
MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan
MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 11 Desember 2024
MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan
Indonesia
28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya membeberkan data terkini terkait petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia sepanjang pelaksanaan Pilkada 2024.
Wisnu Cipto - Selasa, 10 Desember 2024
28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024
Indonesia
Bawaslu DKI Tangani 12 Laporan Pilkada, Ada Politik Uang hingga SARA
Bawaslu DKI menangani 12 laporan pilkada, mulai dari politik uang hingga SARA. Laporan itu berasal dari masyarakat.
Soffi Amira - Jumat, 06 Desember 2024
Bawaslu DKI Tangani 12 Laporan Pilkada, Ada Politik Uang hingga SARA
Bagikan