Pilkada Serentak di Tengah Pandemi COVID-19, Politik Uang Subur atau Hilang?


Seorang mahasiswi menyosialisasikan tolak politik uang di salah satu kampus di Tanjungpinang (Nikolas Panama)
MerahPutih.com - Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengkhawatirkan maraknya politik uang saat Pilkada 2020. Salah satu akar masalah dari politik uang adalah persoalan ekonomi.
"Ini tantangan berat bagi kita di dalam Pilkada 2020, apakah politik uang ini akan semakin subur, atau politik uang ini bisa berkurang, sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memaknai pilkada di tengah pandemi COVID-19,” ungkap Dewi dalam keteranganya yang dikutip di Jakarta, Jumat (24/7).
Baca Juga:
Koordinator Divisi Penindakan ini menjelaskan analisisnya terhadap norma politik uang dalam undang-undang.
Dia menerangkan bahwa pengaturan politik uang dalam Undang-Undang Pilkada sesungguhnya lebih tegas dan aplikatif daripada Undang-Undang Pemilu.
Alasannya, lanjut Dewi, antara lain pengaturan subyek setiap orang dapat lebih menjangkau terhadap pelaku politik uang.
Sementara subyek seperti pelaksana kampanye, peserta kampanye, tim kampanye, petugas kampanye sangat terbatasi dan menyulitkan dalam pembuktian.
Hal ini mengingat harus memastikan terdaftar tidaknya subyek ke KPU sesuai tingkatan.
Selanjutnya, pengaturan dalam pilkada tidak membagi bagi perbuatan dalam tahapan tertentu (kampanye, masa tenang, dan pemungutan suara).

Pembatasan tahapan akan mempengaruhi proses penanganan pelanggaran, karena bila terjadi diluar tahapan yang disebut UU, maka perbuatan itu tidak bisa diproses.
"Sehingga dapat mengganggu tahapan lain seperti politik uang yang terjadi pada masa rekapitulasi penghitungan perolehan suara,” jelasnya.
Dewi menjelaskan politik uang sangat berpotensi merusak kemurnian pelaksanaan hak pilih. Pelaku politik uang harus dijerat sanksi yang lebih berat agar menimbulkan efek jera.
“Memang salah satu politik hukum pidana kita di pilkada ini ingin memberikan efek jera terhadap pelaku politik uang makanya pengaturan subyek, penghilangan pengaturan di setiap tahapan dan juga sanksi yang berat diharapkan bisa memberikan efek jera pada Pilkada 2020,” kata perempuan asal Palu itu.
Baca Juga:
Politik Uang dan Ujaran Kebencian di Pilkada Serentak 2020 Bakal Dipidana
Dalam pilkada, penerima uang atau materi lainnya juga bisa dijerat sanksi pidana, sementara dalam pemilu hanya pemberi yang bisa dijerat.
"Sehingga akan memberikan kewaspadaan kepada masyarakat kita tidak menerima politik uang,” jelas dia.
Maka dari itu, Dewi mengharapkan peran serta masyarakat, insan akademis dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari politik uang. (Knu)
Baca Juga:
Empat Tahapan dalam Pilkada Serentak 2020 Buka Celah Politik Uang
Bagikan
Berita Terkait
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Gugat ke MK, Paslon Pilkada Barito Utara Malah Terbukti Juga Main Politik Uang

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu

Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret

MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan

28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024

Bawaslu DKI Tangani 12 Laporan Pilkada, Ada Politik Uang hingga SARA
