Pilkada 2020 Pertaruhkan Nyawa Rakyat


Kerumunan saat pendaftaran pilkada. (Foto: Tangkapan Layat/ Twitter).
MerahPutih.com - Kekhawatiran pelaksanaan Pilkada 2020 yang melibatkan lebih dari 100 juta warga Indonesia, diberbagai daerah akan menjadi megaklaster COVID-19, yang mengancam nyawa masyarakat telah diutarakan berbagai pihak secara terbuka.
Organisasi masyarakat Islam, seperti NU dan Muhammadiyah, sudah mengingatkan dan meminta pemerintah untuk menunda pilkada di tengah pandemi yang terus meningkat, dan belum telihat adanya penurunan di bulan September 2020 ini.
Pilkada 2020 sudah ditunda satu kali, dari September menjadi Desember, karena ancaman bencana non alam pandemi COVID-19. Namun, setelah berbulan-bulan, penyebaran COVID-19 di dalam negeri tidak juga mereda dan malah meningkat. Tercatat, pada September 2020 ini, angka penularan mencapi 4 ribu orang per hari.
Baca Juga:
Pilkada Serentak Ngotot Digelar Desember 2020 Sebab Peluang Petahana Menang Besar
Ketua Umum Palang Merah Indonesia yang juga Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) secara tegas meminta pemerintah menunda pilkada. Permintaan ini seiring pandemi yang terus meningkat.
Bahkan, JK mengusulkan, jika pelaksaanan pilkada setelah Indonesia melakukan vaksinasi. Walaupun ditunda, tegas JK, kondisi negara tidak berpengaruh signifikan pada proses peralihan kepala daerah karena mayoritas kepala daerah di 270 wilayah habis masa jabatan pada 2021.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj memeinta Jokowi melindungi kelangsungan hidup manusia dengan protokol kesehatan sangat penting dilakukan. Sehingga, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan karena penularan Covid-19 di Indonesia telah mencapai tingkat darurat.
PBNU menilai pelaksanaan pilkada identik sebagai sarana memobilisasi dan melakukan konsentrasi banyak orang oleh kandidat. Sehingga, sulit untuk menerapkan protokol kesehatan karena massa yang terkonsentrasi akan banyak dalam tiap tahapannya. Selain itu, anggaran pilkada bisa direalokasi untuk penanganan wabah corona dan penguatan jaring pengaman sosial.
Senada dengan para tokoh dan organisasi islam lainnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR untuk meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi COVID-19.
"Kami sampaikan bahwa usulan Muhammadiyah agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda pelaksanaannya. Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan COVID-19," ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.

Namun, desakan agar pilkada kembali ditunda sampai 2021, tampaknya ditentang Istana dan politisi serta partai politik. Istana, lewat Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman berkilah pilkada di tengah pandemi, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih.
Bahkan, istana mengacu pada pelaksaanaan pemilu seperti Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan yang menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan pun menegaskan, penundaan pilkada di tengah pandemi akan menciptakan ketidakpastian baru. Mengingat kepala daerah akan berakhir pada Februari.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, pilkada yang dijalankan pada 9 Desember ini, justru memberikan kepastian adanya pemimpin yang kuat, pemimpin-pemimpin yang punya program pencegahan COVID yang kemudian dipilih rakyat.
"Justru ketika pilkada itu tidak ditunda, itu akan memberikan arah kepastian bagi rakyat," kata Hasto.
Organisasi Masyarakat Sipil Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bahkan sedari awal munculnya pandemi COVID-19, sudah mengingatkan dan meminta pemerintah, DPR dan penyelengara pemilu untuk menunda pilkada.
Pelaksanaan pilkada yang direncanakan pada Desember 2020 berisiko tinggi terhadap kesehatan penyelenggara dan peserta pemilu. Sebab, pengendalian COVID-19 di Tanah Air belum bisa dikatakan berhasil.
"Menyelenggarakan pilkada dalam kondisi baik saja berpotensi bermasalah, apalagi pilkada di saat pandemi. Tentu risikonya besar," ujar Deputi Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, 28 Mei 2020. (Pon)
Baca Juga:
Ngotot PDIP Ingin Pilkada Terus Berlangsung
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Telusuri Aliran Dana Kasus Korupsi Kuota Haji, Termasuk ke PBNU

Arif Budimanta Seorang Ekonom, Aktivis Muhammadiyah dan Politikus PDIP Meninggal

Tokoh Palestina Kecam PBNU Undang Pendukung Israel, Sikapnya tak Bisa Dibenarkan

PBNU Instruksikan Jaga Stabilitas Nasional, Tidak Terprovokasi Isu Memecah Belah

PP Muhammadiyah Sentil Elit Politik Tidak Berikan Keteladan dan Kondisi Panas di Berbagai Daerah

KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada

Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD

Partai Buruh Dukung Pemisahan Pemilu dan Pilkada, Putusan MK Mengikat

PBNU Bangun 1.000 Titik SPPG, 10 Dapur Diklaim Siap Beroperasi

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada
