Pengamat: Saling Caci Antar Purnawirawan Karena Beda Pilihan Politik Dinilai Kurang Elok

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing (Foto: infonawacita.com)
Merahputih.com - Akhir-akhir ini muncul pandangan politik yang berbeda dari beberapa purnawirawan yang mendukung dua pasangan calon Presiden. Bahkan terasa kurang elok didengar karena diantara mereka saling mencaci.
Pengamat Komunikasi Politik Emrus Sihombing mengatakan, dari aspek simbol komunikasi politik, ketika masuk atau berada pada kekuatan politik tersebut, sebaiknya para purnawirawan menanggalkan semua atribut. Misalnya jabatan, pangkat dan golongan yang terkait dengan profesi masa lalu, sebelum pensiun.
BACA JUGA: Pensiunan Jenderal Pendukung Prabowo Dalangi Kerusuhan 21-22 Mei, BPN: Hoaks!
"Benar-benar jadi sipil 'murni'," kata Emrus kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (4/6).
Sebab sebagai warga nengara sipil, bagi mereka, berlaku aturan dan hukum sipil. Jadi, tidak berlaku lagi aturan dan hukum ketika masih aktif di profesi sebelumnya kepada mereka.
Dengan demikian, semua tindak tanduk politiknya sebagai orang sipil, sudah tidak terkait sama sekali dengan instansi dimana yang bersangkutan pernah aktif sebelum pensiun.
"Hak-hak dan kewajiban sebagai bagian dari masyarakat sipil, dilindungi oleh aturan dan hukum sipil," jelas Pengajar di Universitas Pelita Harapan ini.
Emrus mencontohkan, sama halnya dengan seorang PNS, guru atau dokter ketika sudah pensiun berhak masuk ke dunia politik. Tentu terlebih dahulu menanggalkan semua atribut ke-PNS-annya, sebagai masa lalu.
"Sekalipun dia pernah menduduki jabatan tertinggi sebagai eselon satu (Dirjen), misalnya, ketika sudah pensiun, semua perilaku politiknya terlepas sama sekali dari instansi sebelumnya. Mereka sudah mempunyai hak dipilih," jelas dia.

Karena itu, apapun jabatan yang sebelumnya yang dipercayakan negara diembannya, sebagai militer atau PNS, segala tugas dan pengorbanan selama sebelum pensiun, harus dilihat sebagai kewajiban dan pengabdian yang sangat tulus bagi bangsa dan negara.
"Keberhasilan dan prestasi, biarlah itu sebagai catatan emas dan rujukan bagi para penerusnya di lembaga yang bersangkutan," tambah Emrus.
Beberapa waktu lalu, Juru bicara Front Kedaulatan Rakyat, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, pihaknya menyaksikan berbagai kecurangan yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu yang dinilai terstruktur, sistematis, dan masif.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu juga mengatakan pihaknya mendukung aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam menyikapi hasil pilpres.
BACA JUGA: IPW Desak Polisi Usut Keterlibatan Pensiunan Jenderal dalam Kasus Kerusuhan
Bahkan, menurut Tyasno, para purnawirawan TNI/Polri itu juga akan ikut berdemonstrasi di KPU saat pengumuman hasil rekapitulasi perolehan suara.
Apa yang diucapkannya ini langsung direspon sejumlah purnawirawan pendukung Jokowi-Ma'ruf. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah

Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan

Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029

Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power

Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh

Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung

Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan

Tunjuk Calon Menteri, Pengamat Politik Sarankan Prabowo Ikuti Cara Soeharto

Pengamat Tak Setuju Anggaran Rp 10 Miliar Kominfo untuk Makan Bergizi Gratis

Prabowo Diminta Tak Pakai Jasa Buzzer dan Influencer untuk Sosialisasikan Program Pemerintahanya
