Peneliti LIPI: Bukan Alquran, Amendemen UUD 1945 Bisa Dilakukan
Presiden Jokowi saat berbicara di Forum KTT ke-31 ASEAN di Manila, Filipina, Senin (13/11). (Biro Pers Setpres/Laily Rachev)
MerahPutih.com - Peneliti senior LIPI Siti Zuhro menilai, wacana terkait pemilihan presiden oleh MPR harus dikaji untuk memprediksi bagaimana dampak positif dan negatif dari sistem pemilihan dalam amendemen UU 1945 soal pemilu tak langsung.
Menurut Siti, usulan yang ada saat ini belum sempurna dan banyak kekurangan.
Baca Juga:
Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Dianggap Kemunduran Demokrasi
"Naskah akademik yang dilakukan secara serius untuk mengkaji kembali apa kekuatan, kelemahan dari dipilih melalui MPR, dan apa dampaknya," kata Siti Zuhro dalam acara diskusi MNC Trijaya di kawasan Godangdia, Sabtu (30/11).
Siti mewacanakan apakah satu periode lebih dari lima tahun atau setelah satu periode dijeda. Ini agar tidak ada nepotisme dan politik dinasti.
“Demokrasi harus memberikan kepastian dan keterukuran, bukan 'lu lagi lu lagi'. Apalagi kita mengalami krisis kepemimpinan, sekarang milenial dimasukan tapi presiden maunya dipanjangin, gimana ini,” ujarnya
Ia menuturkan, konstitusi adalah sumber dari segala sumber hukum. Namun, bukan kitab suci yang tidak dapat direvisi, diubah, atau diamendemen.
“Kita mencatat ada empat kali amendemen (konstitusi), karena ini bukan Alquran, jadi dapat diamendemen,” kata Siti.
Siti mempersilakan diamendemen, tetapi harus dipersiapkan secara serius. Usulan amendemen ini harus menyangkut isu-isu krusial saja.
“Jangan sampai perubahan ini membawa masalah dalam konstitusi kita karena ada pasal yang mengganti pasal lain. Tidak boleh ada dusta di antara kita,” ujarnya.
Baca Juga:
Usulan PBNU Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Lewat MPR Masih Dikaji
Dia mengatakan, payung hukum amendemen harus jelas. Termasuk naskah akademiknya harus membahas teks, konteks dan sisi empiriknya.
“Dari hal itu kita bisa mengevaluasi proses demokrasi yang saat ini sudah berjalan, dituliskan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan dengan akal sehat,” tuturnya.
Hal ini penting agar pernyataan dan argumentasi amendemen tidak berbasis asumsi. “Oleh karena itu, jangan berhenti pada asumsi, harus konkret memberikan dampak positif dalam amendemen,” kata dia. (Knu)
Baca Juga:
Masa Jabatan Presiden Ditambah, Pengamat: Kembali ke Otoriter, Matilah Kita
Bagikan
Berita Terkait
Forum Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 Bahas RUU Pengelolaan Perubahan Iklim
Badan Pengkajian Kupas Fungsi Kebangsaan MPR RI Melalui Jati Diri Bangsa
Ketua MPR dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tinjau Renovasi Mess MPR yang Dibakar Massa, Salah Satu Bangunan Heritage Bandung
MPR Desak Audit Ponpes Al Khoziny Sebelum Dibangun Ulang Pakai APBN
MPR Dorong RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, Minta Aktivis Lingkungan Kolaborasi di ICCF 2025
MPR dan BPK Bahas Tuntutan Soal Transparansi Keuangan Negara
Pemimpin MPR Sebut Pertemuan Prabowo dan Jokowi untuk Kemaslahatan Rakyat, bukan Kepentingan Politik
MPR Sebut Kasus Keracunan Massal Bikin Program MBG Jadi tak Sesuai Tujuannya
Pimpinan MPR Dukung Penerapan Kebijakan Satu Orang Satu Akun Media Sosial
Peneliti BRIN Siti Zuhro Bicara Optimalisasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah