Pemerintah Didesak Turun Tangan Atas Kematian ABK WNI di Kapal Tiongkok


Natalius Pigai di kantor Kemenko Polhukam Jumat (9/6) (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.Com - Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menilai, pemerintah harus bertanggungjawab atas kematian anak buah kapal WNI di kapal Tiongkok.
Menurut Natalius, hampir semua aturan internasional dan juga nasional yang mengatur tentang Pelaut (seafarer) merupakan tanggungjawab Kementerian Perhubungan dan tanggungjawab Menko Maritim dibawah kepemimpinan Luhut Panjaitan.
Baca Juga:
Eks Anak Buah Hasto PDIP Dituntut 2 Tahun dan 6 Bulan Penjara
"Berbagai landasan hukum international juga nasional telah memberi otoritas tetapi saya duga soal-soal ini diabaikan bahkan tidak diperhatikan," kata Natalius di Jakarta, Kamis (7/5).

Natalius mengecam Menko Maritim yang seakan tidak peduli dengan keselamatan Pelaut ( seafarer).
"Menko Maritim harus bertanggungjawab mengusahakan proses hukum yang adil, ganti rugi yang pantas, dan membuat perjanjian bilateral dengan China," kata Pigai.
Ia menambahkan, secara hukum international Indonesia telah memiliki kekuatan untuk menjamin kepastian bagi pelaut (seafarer) dan kapalnya.
Sejak 1961 Indonesia menjadi Anggota International Maritim Organisations (IMO).
"Untuk Indonesia, Pemerintah RI sudah meratifikasi MLC 2006 dan menjadikannya UU RI dengan disahkannya UU nomor 15 tahun 2016," terang Natalius.
Berdasarkan fakta bahwa fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah sektor maritim dengan program Poros Maritim Dunia-nya, maka perlindungan terhadap tenaga kerja sektor maritim terutama mereka yang bekerja pada kapal-kapal internasional sangatlah perlu.
"Ini untuk pemantapan, penegakan dan perlundungan pelaut," terang Natalius.
Pria asal Papua ini melihat, upaya penegakkan hak-hak pelaut internasional belum maksimal diterapkan oleh Pemerintah RI. Teutama dalam kapasitas sebagai Negara Bendera maupun sebagai Negara Pelabuhan.
Ia menyebut, upaya tersebut memerlukan kerja keras Menko Maritim dan Menteri Luar Negeri.
Apalagi soal Tenaga Kerja Pelaut, Keselamatan dan sertifikasi adalah tanggungjawab Kementerian Perhubungan berdasarkan Permenhub 40 tahun 2019.
Kapal Long Xing 629 dikabarkan melakukan eksploitasi dan membuang jenazah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI). Kapal tersebut berjenis kapal longline, digunakan untuk mencari ikan tuna. Namun diduga, kapal ini melakukan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing).
Baca Juga:
"Ini adalah kasus perdagangan manusia dan kerja paksa. Ini adalah contoh pelajaran bahwa perdagangan manusia sangat terkait dengan penangkapan ikan ilegal," kata advokat untuk Kepentingan Publik (APIL), JongChul Kim, dalam keterangan yang disiarkan situs Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF), Rabu (7/5).
APIL dan EJF dalah dua lembaga non-pemerintah yang kini mengadvokasi 14 ABK WNI. Para ABK kapal China itu kini sudah berada di Busan, Korea Selatan, menjalani karantina virus Corona.(Knu)
Baca Juga:
KPK Tetapkan Bos PT Borneo Lumbung Energy Samin Tan Jadi Buronan
Bagikan
Berita Terkait
Kemenlu Tingkatkan Keamanan Diplomat di Peru, Tempatkan Keluarga Zetro Ke Lokasi Lebih Aman

Zetro Leonardo Purba Tewas Ditembak di Peru, Kemenlu Evaluasi Perlindungan Diplomat dan Staf KBRI

Staf KBRI Tewas Ditembak di Peru, Kemenlu Sebut akan Diautopsi di Lima lalu Dipulangkan

Kemenlu Tanggapi PBB Terkait dengan Unjuk Rasa, Ikuti Arahan Presiden

Diplomat Zetro Ditembak Usai Ambil Uang di ATM, Belum Terindikasi Ada Intimidasi

Buntut Tewasnya Zetro Purba, Kemlu Diminta Segera Perbaiki Sistem Keamanan dan Lindungi Diplomat Indonesia di Seluruh Dunia

Menlu Perintahkan Dubes RI di Peru Persiapkan dan Bantu Proses Pemulangan Jenazah Diplomat Zetro

Diplomat RI Zetro Leonardo Purba Tewas Ditembak Saat Bersepeda di Peru

Presiden Prabowo Harapan Terakhir Keluarga Ungkap Kematian Misterius Diplomat Arya

Keluarga Tak Percaya Diplomat Arya Daru Bunuh Diri, Polisi ‘Berkelit’ tak ada Unsur Pidana
