Pemberian Kartu Prakerja Bagi Pekerja yang Terdampak COVID-19 Keliru
Sekjen PAN Eddy Soeparno. Foto: Twitter/@eddy_soeparno
MerahPutih.Com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno menilai, langkah pemerintah memberiman pemberian Kartu Prakerja untuk mengatasi dampak sosial ekonomi bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19 tidak tepat.
Eddy mengatakan, program tersebut kurang tepat karena Kartu Prakerja bertujuan meningkatkan keterampilan orang yang sedang mencari kerja.
Baca Juga:
Sekjen PAN Sarankan Pemerintah Subsidi Gaji untuk Cegah PHK Massal
"Karena program Kartu Prakerja pada hakikatnya untuk memberikan skill tambahan, peningkatan kapasitas dari orang yang mencari kerja," ujar Eddy dalam diskusi online DPP PAN bertema Mencegah PHK Massal, Menyelamatkan Ekonomi Nasional, Jumat (17/4).
Eddy mengatakan, dalam kondisi saat ini yang perlu dibantu adalah orang-orang yang kehilangan pekerjaan.
Dengan demikian jika merujuk kepada tujuan dibuatnya Kartu Prakerja tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi saat ini.
"Sekarang ini kita justru ingin membantu mereka yang kehilangan pekerjaan. Ini (pemberian Kartu Prakerja) tidak tepat," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR ini.
"Jadi konsep awal, yang tepat adalah memberikan social safety net kepada dunia usaha," kata dia.
Ia meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dapat mengambil langkah cepat demi mencegah terjadinya PHK massal selama pandemi virus corona atau Covid-19.
Ia menyampaikan bahwa ada skema dukungan gaji atau income support yang bisa diterapkan pemerintah.
Kebijakan ini memang tidak lazim, namun kondisi perekonomian dunia juga dilanda krisis global.
"Sehingga negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Amerika Serikat menerapkan kebijakan income support ini," tutur Eddy.
Menurut Eddy, kenaikan angka PHK dalam situasi bencana non alam saat ini sangat cepat. Itu pun menyeluruh dari sektor formal mau pun informal yang turut menjadi penyangga ekonomi nasional.
"Dampak PHK menimbulkan masalah sosial dan membebani APBN. Belum lagi arus pekerja yang kembali ke kampung halaman akan menjadi tambahan beban bagi daerah," jelas dia.
Eddy menilai, dunia usaha baik itu sektor industri hingga UMKM kini tengah menunggu pemerintah mengambil keputusan dengan cepat dan tepat sasaran.
Terlebih, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat meyebut bahwa sudah ada 1,5 juta pekerja yang dirumahkan dengan 10 persen di antaranya terkena PHK.
"Jangan sampai kita terlambat dan salah menentukan kebijakan. Karena kegagalan menangani gelombang PHK akan mengakibatkan dunia usaha pailit dan naiknya kredit macet di bank," imbuh Eddy.
Ia juga mengatakan bahwa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah membuat mesin ekonomi nasional berhenti secara mendadak.
Baca Juga:
Berhentinya mesin ekonomi, imbuhnya, membuat para pekerja baik di sektor formal maupun informal terkena dampaknya.
Eddy Soeparno menyatakan saat ini angka pengangguran di Indonesia jumlahnya meningkat signifikan.
“Ada sekitar 2,8 juta pekerja yang terkenda dampak baik dirumahkan, PHK, atau tanpa gaji. Yang sangat mencengangkan adalah proses itu terjadi dalam waktu singkat,” pungkasnya.(Knu)
Baca Juga:
Terdampak Corona, Sektor Wisata di Yogyakarta Kehilangan Pemasukan Ratusan Miliar
Bagikan
Berita Terkait
Pimpinan DPR Sidak Pabrik Ban Michelin Bahas Dugaan PHK Sepihak
Transaksi Judol Warga Jakarta di Atas Rp 3 T, Pramono Ancam Coret Ribuan Nama Penerima Bansos
Penyaluran Bantuan Rp 900 Ribu Melalui PT Pos Masih Terkendala, Kemensos Janji Percepat Validasi
Presiden Prabowo Kasi Peringatan, Eddy Soeparno Tegaskan Menteri PAN Bekerja dengan Baik
Hari Ini BLT Rp 900 Ribu ke 35 Juta Penerima Cair, Begini Cara Ambilnya
Mulai 20 Oktober 2025, Pemerintah Kucurkan BLT Tambahan ke 35 Juta Orang
Menkeu Purbaya Klaim Penyaluran Dana Rp 200 Triliun Berdampak pada Kenaikan Konsumsi Listrik Nasional
200.684 Orang Jakarta Dapat Bansos Rp 300 Ribu Pemenuhan Kebutuhan Dasar
DPR Nilai Bantuan Pangan 2 Liter Minyak Goreng Tingkatkan Daya Beli Masyarakat
33 Ribu Pendamping Dikerahkan Cek 12 Juta Pemerima Bantuan Sosial Diduga Salah Sasaran