Pedagang E-Commerce Dipungut Pajak, DJP Berdalih demi Alasan Keadilan dengan Penjual Offline


E-commerce masih menyumbangkan nilai terbesar pada ekosistem digital di Indonesia. (Pexels/Negative Space)
MerahPutih.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan angkat suara terkait rencana mengenakan pajak kepada penjual di e-commerce. Beberapa e-commerce yang dimaksud seperti Tokopedia, Shoppe, Lazada hingga Tik Tok Shop.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan tujuan mengenakan pajak kepada pedagang online untuk menyederhanakan administrasi pajak. Termasuk menciptakan perlakuan yang adil dengan UMKM offline.
"Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline," kata Rosmauli kepada wartawan dikutip Kamis (26/6).
Baca juga:
DJP Benarkan Rencana Pungutan Pajak Pedagang E-commerce, Sasar Omzet di Atas Rp 500 Juta setahun
Rosmauli mengatakan rencana ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Rosmauli menyebut, kebijakan ini akan memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.
"Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan," ucapnya.
Rosmauli menekankan UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp 500 juta tetap tidak dipungut pajak.
Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca juga:
Pemilik Kendaraan di Jakarta Sumringah, Denda Pajak Hilang dalam Sekejap Berkat Kebijakan Terbaru
Selain itu, ketentuan ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy.
Khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.
Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.
"Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap dan transparan kepada publik," tegasnya. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Polemik Pajak Balik Nama Rumah Waris Leony Vitria, Ahli Hukum Pajak: Tarif Diatur UU HKPD

Menkeu Purbaya Tunda Penerapan Pajak E-Commerce, DPR: Beri Ruang UMKM untuk Bernapas

Menkeu Tunda Penunjukan E-Commerce Untuk Memungut Pajak Penghasilan 22 dari Pedagang

84 Dari 200 Penunggak Pajak Sudah Bayar Dengan Total Rp 5,1 Triliun, Sisanya Terus Dikejar

Menkeu Diminta Hati-Hati Kejar Pengemplang Pajak, Tak Semua Pengusaha Punya Uang

Menkeu Kejar Ratusan Penunggak Pajak, Ingatkan Anak Buah: Kalau sudah Bayar jangan Diperas

KPK Siap Bersama Kemenkeu Kejar 200 Penunggak Pajak Rp 60 Triliun

Pemprov DKI Beri Keringanan 6 Jenis Pajak di Jakarta hingga Akhir 2025, dari PBB-P2 hingga Pajak Reklame

Menkeu Purbaya Buru 200 Penunggak Pajak Besar: Mereka Nggak Akan Bisa Lari

Anggito Abimanyu Terpilih Jadi Ketua Dewan Komisioner LPS 2025-2030, Gantikan Menkeu Purbaya
