Menurut Didi Mudita, Begini Generasi Z Mencuri Hati Generasi Senior


Didi Mudita, memberikan masukan pada generasi Z untuk mendekati generasi senior. (Foto: Ist)
SAAT ini, umumnya generasi Milenial akhir maupun Z, menganut satu motto hidup yang sederhana yakni cuan, cuan, dan cuan. Tidak heran, banyak yang memutuskan untuk menjadi entrepreneur alias pengusaha yang memiliki prinsip meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Maka lahirlah berbagai perusahaan start-up dengan ide-ide menarik dan beragam. Biasanya, perusahaan start-up yang dikembangkan oleh generasi ini mampu memberikan ide yang relatable dengan kebutuhan konsumen di masa kini. Tidak heran, ide-ide kompleks yang mereka lahirkan ini memang timbul dari permasalahan yang terjadi di eranya mereka.
Baca juga:
Cari Kerja atau Perkenalkan Bisnismu di Pasar SAKTI Virtual oleh Linknet

Lalu, apakah ide yang brilian saja sudah cukup untuk membuat perusahaan start-up menjadi sukses? Tentu tidak. Modal biasanya diperoleh dari investor yang berasal dari generasi yang lebih senior mulai dari generasi Milenial awal, X, atau Baby Boomers.
Lantas, bagaimana cara meyakinkan para senior agar percaya dan mau bekerjasama dengan perusahaan start up milik generasi muda yang baru mau bergerak? Apakah generasi Z harus mengejar-ngejar para senior dan mengklaim bahwa produk atau layanan yang diberikan dijamin paling baik dan bisa memberikan keuntungan maksimal?
Jawabannya tidak. CEO of Impact Factory, Didi Mudita mengatakan kepada MerahPutih.com bahwa para generasi muda harus bisa jujur dan memposisikan diri bahwa mereka hanya memiliki ide yang cemerlang. Mereka masih membutuhkan modal dan panduan berbisnis dari para senior yang lebih berpengalaman.
"Justru kamu jangan bilang bahwa 'gue punya produk paling oke dan paling bisa nguntungin lo', atau 'gue adalah orang yang tepat untuk berbisnis dengan lo', enggak gitu. Menurut saya, justru kamu harus memposisikan diri bahwa I have the idea, I also need the money, yes, but the most important thing is I need your guidance," jelas Didi.
Baca juga:

Sementara di sisi para senior, mereka kesal jika mendapati anak muda yang mengklaim bisa memberikan keuntungan jika bekerjasama atau berinvestasi pada perusahaan start-up mereka. "Lo tahu apa, sedangkan lo mau compete (bersaing) sama mereka yang memiliki pengalaman, ya enggak bisa. Tapi, kamu bisa compete dengan ide. Angkatan kalian (generasi Z) itu penuh ide, lebih fasih daripada temen-temen Milenial awal dan Generasi X," ungkapnya ketika dihubungi via Google Meets oleh MerahPutih.com.
Para senior lebih memiliki wawasan, jaringan, keterampilan, dan pengalaman. Para senior juga lebih mahir dalam pengaplikasian atau urusan operasional lainnya. Di sisi lain, generasi muda bisa menyumbangkan ide atau wawasan teknologi yang mereka miliki.
Jika masing-masing kelebihan dari tiap generasi bisa digabungkan, maka akan tercipta kerjasama bisnis yang menguntungkan dan saling melengkapi. "Jadi menurut saya, yang harus kamu (generasi Z) yakinkan ke mereka (Generasi X) adalah bahwa you need their help," jelas Didi.
Baca Juga:
View this post on Instagram
Ia juga mengatakan bahwa para senior ini sebenarnya senang dan suka ketika dimintai tolong. Mereka pun juga ingin belajar dari para generasi muda yang lebih melek teknologi ketimbang mereka. "Tetapi, mungkin mereka gengsi untuk ngomongnya", ungkap Didi sambil tertawa.
Didi pun berpendapat bahwa Pasar SAKTi menjadi lapak virtual yang sangat efektif dan menguntungkan untuk mempertemukan berbagai pelaku bisnis dan SDM untuk bisa bertukar pikiran dan saling memberikan keuntungan dalam berbisnis.
Di kultur Indonesia sendiri, kata "pasar" bukan hanya menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli. "Di kultur Indonesia, pasar dilihat sebagai tempat networking. Seperti di daerah-daerah pelosok Indonesia, orang-orang terhubung karena satu pasar. Mereka barter di situ, saling ngobrol, juga mengukur, benchmarking bahwa sebuah desa itu majunya karena apa," ungkap Didi.
Baca Juga:
Bukan Berkeluarga, Ini 3 Prioritas Gen Z dan Milenial Menurut Survei

Ia menjelaskan bahwa konsepnya serupa dengan apa yang diterapkan di Pasar SAKTI. Pasar SAKTI menjadi tempat yang seru dan menyenangkan agar bisa terjadi kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu. "Menurut saya, Pasar SAKTI menjadi satu tempat yang asyik banget. Disini bisa saling belajar, saling kenal, dan bertujuan untuk creating conversations lanjutan setelah itu," tutupnya.
Pasar SAKTI adalah rangkaian virtual event yang berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia serta pemanfaatan teknologi dan digitalisasi bagi sektor usaha kecil menengah dan start-up.
Di acara ini, para UMKM dan startup bisa memasarkan jasa atau produknya secara daring. Selain itu, para fresh graduate atau para pencari kerja lainnya berkesempatan terhubung dengan para perusahaan yang menyediakan lowongan pekerjaan dan berbagai ilmu seputar bisnis.
Program yang diselenggarkan oleh LinkNet melalui FirstAcademy ini memiliiki tujuan mendorong pengembangan bisnis sekaligus mendukung upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Salah satunya UMKM sebagai salah satu sektor paling terdampak oleh pandemi COVID-19. (SHN)
Baca juga:
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Tersangkut Kasus Pajak, Ketua Ferrari Jalani Hukuman Kerja Sosial

Unsur Politis Harus Dihindari Dalam Rencana Bisnis Kopdes, Bisa Gagal Jika Ambil Alih Bisnis Eksisting

Pendapatan KAI Melonjak 29 Persen, Catatkan Laba Bersih Rp 2,21 T di 2024

Indonesia Ingin Ada Peluang Bisnis Baru Dengan Prancis

Tupperware Hentikan Bisnis di Indonesia Setelah 33 Tahun Beroperasi

Biang Kerok IHSG Anjlok, Dari Ketegangan Geopolitik Sampai Perang Tarif Uni Eropa dan AS

IHSG Terperosok dan Alami Trading Halt, DPR Langsung Kunjungi BEI

Setelah 28 Tahun, Donatella Versace Turun dari Jabatan Chief Creative Officer, Menyerahkan Tanggung Jawab ke Pihak di Luar Keluarga

Direksi Shell Mengundurkan Diri, Perusahaan Ingin Struktur Baru demi Efisiensi dan Nilai Bisnis

Apple dan Indonesia Dikabarkan Capai Kesepakatan untuk Penjualan iPhone 16
