MK Tempatnya Para Begawan Hukum, Bukan Pemain Teater
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.
MerahPutih.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia cawapres banyak menuai cibiran dari berbagai kalangan. Selain dianggap mengakomodir kepentingan elite politik tertentu, putusan tersebut juga dianggap tidak mencerminkan prinsip keadilan hukum secara substansial.
"Sejatinya setiap putusan hakim yang executable harus mengandung beberapa hal. Pertama, mengandung ethos (integritas). Kedua, pathos (pertimbangan yuridis bukan politis). Ketiga, logos (dapat diterima akal sehat)," kata politikus PDIP Darmadi Durianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (02/11).
Jika ketiga hal ini tidak nampak, kata Darmadi, para pemutus dalam hal ini para hakim MK patut dipertanyakan kredibilitas dan kapabilitasnya. Dan yang paling penting, idealnya tiap putusan harus berdasarkan pada idee des recht.
Baca Juga:
Kaesang Tetap Dukung Prabowo Apa Pun Putusan Majelis Kehormatan MK
"Kalau mengutip apa yang dikatakan Gustav Radbruch idealnya setiap putusan harus didasarkan pada tiga prinsip utama yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan," ujarnya.
Darmadi menegaskan, MK bukanlah panggung teater. "MK tempatnya para begawan hukum yang sudah paripurna dari segala kepentingan bersifat pragmatis. Para hakim MK sekarang terlihat seperti para pemain teater yang hanya bekerja atas naskah/script yang dibuat sutradara dari luar," sindirnya.
Padahal, jelas dia, jika merujuk pada Pasal 1 UU No 4 Tahun 2004 bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan berdasarkan pada Pancasila.
"Harusnya mereka bekerja atas dasar hukum bukan atas dasar pesanan oligarki," tegasnya.
Baca Juga:
Struktur TKN Prabowo-Gibran Diumumkan Kamis Pekan Depan
Kondisi semacam ini, kata dia, mengingatkannya pada sebuah cerita dongeng karya Hans Christian Andersen (The Emperor's New Clothes).
"Dalam dongeng ini diceritakan ada seorang raja memamerkan baju kebesarannya dengan berjalan-jalan ke tempat publik, di tengah kerumunan sekumpulan anak-anak kecil mencela bahwa raja tersebut sebenarnya sedang telanjang," ujarnya.
Artinya, lanjut Darmadi, raja atau simbol kekuasaan sebenarnya sedang mempertontonkan kebodohannya dengan segala kemegahannya di hadapan rakyat.
"Para hakim MK dengan jubah hukum kebesarannya pun persis seperti cerita dongeng itu tadi yaitu mempertontonkan kebodohannya secara telanjang di hadapan rakyat," tutup Darmadi. (Pon)
Baca Juga:
Majelis Kehormatan MK Tak Bisa Ubah Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Konfercab PDIP, Aria Bima Jadi Ketua DPC Solo Gantikan Rudy
Megawati Soekarnoputri Apresiasi Aksi Kemanusiaan Bersama Dokter Diaspora di Lokasi Bencana
PDIP Kirim Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Aceh, Sumut, dan Sumbar, Pulihkan Kondisi Daerah Bencana
UU Guru dan Dosen Digugat ke MK, Komisi X DPR Soroti Upah di Bawah UMR
FX Hadi Rudyatmo Mundur Plt DPD PDIP Jateng, Ungkap Ada yang Menyebutnya Lulusan TK
Megawati Tegaskan Pentingnya Pendataan Bencana: Jangan Setelah Bersih Lalu Lupa
FX Rudy Mundur Plt Ketua DPD PDIP Jateng, PDIP Solo Duga Ada Kaitannya dengan Konferda
Megawati Perintahkan Donasi Rp 2 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra, Pramono: Sami'na wa Atho'na
FX Rudy Temui Megawati Jelang Konferda PDIP, Pasrah Ditempatkan di Mana Saja
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik