Menyoal Kabar Hoaks 7 Juta Surat Suara, Pengamat Sebut Itu Bagian dari Trik


Pengamat Politik IPI Karyono Wibowo. (MP/Asropih)
MerahPutih.com - Memasuki awal 2019, publik dihebohkan dengan berita bohong soal adanya tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan nomor urut 01 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mendukung Polri untuk mengusut tuntas kasus hoaks tujuh juta surat suara tersebut . Ia pun menilai keliru jika menuding Polri dituduh berpolitik.
"Keliru jika Polri dituduh berpolitik. Jangan takut, Polri. Ini peristiwa jelas pidana cari tersangka pelakunya dan didukung bukti," kata Petrus di Jakarta, Senin (7/1).

Petrus juga mengingatkan agar Polri tidak terjebak dengan manuver kubu pasangan nomor urut 02, yang menuding Polri bermain politik untuk mengecoh masyarakat.
"Kepolisian sedang dikambinghitamkan mereka. Inilah intrik untuk menghadapi kekuatan besar. Kami kira masyarakat sudah cerdas, karena itu didramatisir betul tudingan Polri bermain politik. Ada upaya melegitimasi Polri," tuturnya
Semenatara itu, Pengamat Politik IPI Karyono Wibowo mengatakan penyebaran informasi hoaks soal tujuh kontainer surat suara itu upaya propaganda untuk melegitimasi pemerintahan dan hasil Pemilu.
Menurut dia, hal tersebut merupakan bagian dari propaganda membangun citra negatif yang dilakukan oleh kompetitor yang bertarung melawan incumbent.
"Ada juga berbagai opini menuduh kepolisian berpihak. Jika kita bedakan Pemilu 2019 ini lebih dahsyat serangan-serangan yang dilakukan institusi kepolisian. Jangan tipis telinga dan rumus penantang selalu menyerang. Karena polisi jadi getahnya," kata Karyono
Ia pun menegaskan bahwa nomor urut 02 mengetahui bahwa posisi Jokowi di atas, sehingga tidak ada cara lain kecuali menyerang.
Karyono menganalogikan fenomena itu seperti pertandingan sepak bola yang skor nya 4-1. Jika skornya satu pasti menggunakan berbagai cara untuk mengejar lawan.
"Nah, biasanya cara kasar bermain bola bagian dari trik mengganggu psikologi lawan. Jika terkecoh maka akan mudah menggiring ke sasaran. Jangan terkecoh dengan propaganda lawan," katanya.
Maka itu, kata dia, berbagai strategi sengaja dipasang untuk melakukan serangan membabi buta. Seperti isu 2019 Ganti Presiden, BIN-Polri tidak netral, kriminalisasi ulama, hingga PKI.
"Politik psikologi ini untuk merusak konsentrasi incumbent. Jangan terjebak dengan propaganda itu," katanya. (Asp)
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo

Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik

KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang

Banyak Wamen Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUMN, Pengamat Nilai Pemerintahan Prabowo tak Terarah

Rencana TNI Jaga Gedung Kejaksaan Ditolak, Pengamat: Mereka Bukan Aparat Keamanan

Pengamat Sebut Gibran Berpeluang Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029

Langkah Terlambat PDI-P Memecat Jokowi, Pengamat: Percuma, Dia sudah Tak Punya Power

Gus Miftah Terancam Dicopot Prabowo Buntut Umpatannya kepada Pedagang Es Teh

Donald Trump Menangi Pilpres AS, Pengamat: Indonesia Diprediksi Dapat Untung

Timnas Dirugikan Wasit, Pengamat Minta PSSI Lapor ke FIFA untuk Selidiki Dugaan Kecurangan
