Menebak Motif Kehadiran SBY ke Istana


Presiden Jokowi (ketiga kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (keempat kanan) berfoto bersama (dari kiri) mantan Presiden (ANTARA FOTO/Agus Suparto)
MerahPutih.Com - Kehadiran Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Istana Negara dalam rangka memenuhi undangan Upacara HUT Kemerdekaan Indonesia ke-72, pada Kamis (17/8) lalu, tidak dimaksudkan untuk menemui Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
"Sebetulnya, itu tidak menunjukkan rekonsiliasi SBY dengan Megawati, karena yang didekati oleh SBY itu adalah Jokowi, bukan Megawati," ujar pengamat politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, saat dibubungi di Jakarta, Sabtu (19/8).
SBY dan Megawati diketahui terlibat 'perang dingin' sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 silam. Disinyalir, hubungan yang tak harmonis tersebut dipicu ketidakjujuran eks Menko Polkam itu untuk maju pada 'pesta demokrasi' 2004.
Menyusul terpilihnya SBY sebagai Presiden periode 2004-2009 dan 2009-2014, Megawati jarang menghadiri acara kenegaraan yang diadakan Istana. Padahal, sebagai mantan RI-1, kerap diundang untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Perseteruan dua tokoh nasional ini pun tercermin dari peta politik sejak 2004 sampai sekarang, di mana Demokrat tidak pernah berkoalisi dengan PDIP. Bahkan, saling mengkritik.
Akhirnya, mereka berdua bertemu kembali pada Upacara HUT ke-72 Kemerdekaan RI di Istana, 17 Agustus 2017. Malah, SBY menyempatkan diri untuk bersalaman dengan Megawati dan direspons positif.
Pria yang kerap disapa Ubed ini menerangkan, kehadiran SBY di Istana tersebut, karena Ketua Umum Partai Demokrat itu sedang dilanda kecemasan dan harapan atas langkah-langkah politik yang konstruktif untuk jangka panjang. Sebab, posisi politiknya lemah.
"Dia (SBY) memiliki cukup banyak beban pemerintahan terkait dengan kasus korupsi Hambalang, e-KTP," jelasnya.
"Biasanya di politik, jika memiliki latar belakang yang lemah, dia tidak memiliki keberanian yang berbeda secara politik terhadap yang sedang berkuasa," sambung Ubed.
Terlebih, sambung eks aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) ini, Jokowi memahami konteks politik dan catatan kelemahan era kepemimpinan SBY selama dua periode tersebut.
"Itu membuat SBY, saya kira, mencoba untuk membangun dialog dan mendekat dengan tanah, yang mungkin ditafsirkan secara politik, ya itu. Misalnya, bahwa persoalan yang dimiliki SBY tidak lepas dari anaknya," ungkapnya.
Apalagi, SBY memiliki harapan besar kepada putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk melanjutkan karir politiknya di gelanggang politik praktis.
"Kalau kemudian harapan itu tersatukan oleh kecemasan akibat dari masa lalunya, itu akan merusak langkah-langkah politiknya AHY. Oleh karena itu SBY, saya kira, SBY harus merawat silaturahmi, merawat komunikasi politik dengan siapapun untuk menjaga dan mencapai intensitas politik," pungkasnya.(Pon)
Bagikan
Berita Terkait
Ketua Fraksi PDIP: Pemerintahan Prabowo-Gibran Menuju Sosialisme ala Indonesia

Jadi Ketua DPD PSI Solo, Astrid Widayani Ditargetkan Kuasai Kandang Banteng

Demokrat ‘Pelototi’ Paket Stimulus Kuartal IV 2025: Ingin Tepat Sasaran dan Berkelanjutan

9 Jurus Menko AHY Pecahkan Kebuntuan Aturan Zero ODOL yang Mandek 16 Tahun

Ramai Video SBY Tak Salami Kapolri saat Peringatan HUT ke-80 TNI, Demokrat Tegaskan Hubungan Baik-Baik Saja

Kajian Dampak Zero ODOL BPS Rampung Desember 2025, AHY Ungkap Potensi Positif Ekonomi dan Keselamatan

AHY Instruksikan Pemeriksaan Konstruksi Bangunan Publik, Cegah Insiden ‘Mengerikan’ Ponpes Al Khoziny Terulang

[HOAKS atau FAKTA] : Megawati Pingsan, Prabowo Copot 103 Anggota DPR dari Fraksi PDI-P
![[HOAKS atau FAKTA] : Megawati Pingsan, Prabowo Copot 103 Anggota DPR dari Fraksi PDI-P](https://img.merahputih.com/media/7b/d4/22/7bd4227f794cc43f9b57b60c2de15d87_182x135.png)
Ingin Petani Sejahtera, PDIP Dorong Petani Punya Lahan Melalui UU Pokok Agraria

Regenerasi Petani Mendesak, Tantangan Lahan hingga Teknologi masih Membelit
