Melepas Rindu Lomba Balap Burung Merpati Sambil Ngabuburit
Balap burung merpati menjadi tradisi khas tesendiri di Indonesia. (Encyclopedia Britannica)
NGABUBURIT menjadi kegiatan khas umat Islam saat bulan Ramadan. Kegiatannya beragam, mulai dari keliling menunggang kendaraan kesayangan sembari mencari jajanan khas Ramadan untuk berbuka puasa, bakti sosial, olahraga, sampai kegiatan menggenapi hobi masing-masing.
Selama dua tahun terakhir, ngabuburit terasa begitu hampa sebab hanya bisa berlangsung di dalam rumah masing-masing. Angka kasus harian COVID-19 kala itu masih sangat tinggi. Pemerintah pun menerapkan kebijakan pembatasan sosial dengan pelbagai istilah untuk memutus mata rantai penyebaran virus.
Baca juga:
Empat Manfaat Wisata Religi
Kini, saat pandemi melandai karena kasus harian COVID-19 sangat sedikit, masyarakat terutama umat Islam bisa kembali melepas kerinduan ngabuburit di 'Bulan Puasa'. Salah satu kegiatan favorit menunggu waktu berbuka tak lain ada balap burung merpati.
Merpati termasuk golongan burung pintar, terbukti dengan kejinakan dan kemampuannya untuk mengenali kandang dan daerah sekitarnya terutama merpati pos. Merpati Balap mempunyai kelebihan lain tidak kalah hebatnya dengan merpati pos, karena mampu mengenali pasangan, pemilik, atau pelatihnya dari jarak cukup jauh.
Burung merpati dilombakan bisa dikelompokan menjadi dua bagian, meliputi merpati balap dasar dan merpati balap tinggian.
Baca juga:
Dataran Tinggi di Berbagai Daerah, Tempat Wisata Wajib Penyuka Udara Dingin
Pada lomba merpati balap dasar, burung biasanya akan menempuh jarak 500 – 1000 meter untuk bisa sampai ke joki geber paling cepat, dan biasanya burung terbang rendah paling tinggi rata-rata tidak lebih dari 10 meter.
Sedangkan pada lomba merpati balap tinggian dilombakan burung merpati terbang tinggi kemudian setelah sampai di atas joki burung digeber bersama dan pemenangnya burung yang sampai pertama kali di tanah dalam patek joki.
Menurut Gmelin (1789), nama genus dari burung merpati balap adalah Columba nan mengacu pada nama latin dari bahasa Yunani kuno kolombos berarti penyelam. Kata kolombos berasal dari kolumbao bermakna “terjun ke bawah.”
Sedangkan Aristophanes (Birds, 304) menggunakan kata kolumbis bermakna penyelam, sebagai nama burung, dikarenakan gaya terbangnya di udara seperti penyelam.
Di Indonesia, balap burung merpati menjadi tradisi tak hanya sebatas komunitas dan penggemarnya tersendiri, terkadang bisa lebih luas lagi jangkauan pemainnya.
Kini, setelah pandemi sudah melandai kegiatan balap burung kembali meriah meski belum ada kejuaraan karena hanya sebatas kegiatan ngabuburit. (Ref)
Baca juga:
12 Tempat Wisata Wajib ketika Ingin Mengenal Timur Tengah
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri
DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang
Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga
7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi
Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum
Night at the Ragunan Zoo Dibuka Hari ini, Harga Tiket Masuknya Mulai Rp 3.000
WNA Pengguna Kereta Api di Indonesia Tembus Setengah Juta, Yogyakarta jadi Tujuan Paling Favorit
Aktivitas Pedagang Pasar Burung Barito Pasca SP1 Relokasi dari Pemkot Jakarta Selatan
Mengintip Rehabilitasi Burung Elang Jawa di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa Bogor
Makanan Halal Magnet Utama Pilihan Liburan Muslim Indonesia