Melemah, Kebijakan EBT Jokowi Butuh Dukungan Kuat ESDM


Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Eva.A Djauhari
MerahPutih.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro mengungkapkan pemerintah belum memiliki kebijakan yang kokoh terkait dengan energi terbarukan. Padahal, Presiden Joko Widodo dan Dewan Energi Nasional menetapkan bauran energi terbarukan harus mencapai 23% pada 2025.
Sejalan dengan Bambang, Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Eva.A Djauhari mengatakan, pengembangan energi terbarukan (EBT) belum memiliki dukungan kebijakan yang kuat.
"Dari sisi regulasi memang sangat berat. Ada handicap di soal regulasi,” ujar Eva dalam keterangannya di Jakarta hari ini.

Sebelumnya, Bambang Brojonegoro mengeluhkan porsi EBT masing dibawah 10 persen. Sedangkan waktu yang tersisa tinggal tujuh tahun untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Bambang mengatakan, bauran energi terbarukan harus naik 2% per tahunnya. Ini merupakan tantangan yang besar, termasuk upaya menyediakan energi terbarukan yang terjangkau bagi masyarakat dari sektor rumah tangga hingga industri.
Eva mengatakan, regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat mendorong minat sektor keuangan untuk memberikan pembiayaan. Hal itu terlihat dari sebagian besar proyek energi baru terbarukan dalam perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) yang diteken pada 2017, hingga kini belum dapat direalisasikan.
“Salah satu kendalanya adalah pendanaan. Sektor keuangan tentu melihat prospek regulasi seperti apa. Sebab, ini investasinya intensive capital. Risikonya juga tinggi,” ucap Eva.
Eva melanjutkan, terdapat beberapa regulasi yang perlu diperbaharui yakni pertama, Permen (Peraturan Menteri ESDM) No.10 Tahun 2017 tentang pokok-pokok dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik (PJBL) yang kemudian diubah dengan Permen Np.49 Tahun 2017. Kedua, Permen No.48 Tahun 2017 tentang pengawasan pengusahaan sektor energi dan sumber daya mineral. Utamanya, pasal 11 ayat 1 sampai 3 terkait pengalihan saham sebelum commercial operation date. Dan Ketiga, Permen No.50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.
Sebagaimana diketahui, sebanyak 46 PPA yang masih dalam proses persiapan penuntasan pendanaan (financial close) antara lain terdiri dari 38 pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH), lima PLT bioenergi, dua pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan satu pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Tercatat baru tiga pembangkit yang sudah mencapai commercial operation date (COD). Pembangkit tersebut terdiri dari PLTMH, PLT Bioenergi, dan PLTA.

Tren Dunia
Eva mengatakan, Indonesia perlu segera memperbesar ketersediaan EBT. Sebab secara global, pasokan EBT meningkat tajam. Pada 2016 saja energi terbarukan telah memasok sekitar 24,5% dari total kebutuhan energi di dunia dengan rincian 16,6% dari hydro, 4% angin, bio power 2%, solar PV 1,5%.
Dia mengatakan, kapasitas pembangkit EBT meningkat sekitar 161 Gigawatt, angka ini merupakan peningkatan tahunan terbesar sepanjang sejarah. Tambahan total kapasitas pembangkit meningkat sekitar 9% dibandingkan 2015, menjadi 2,017 Gigawatt.
“Tentu tahun ini secara global sudah lebih besar,” ucap dia. (*)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Baru 12 Persen, Legislator Dorong Realisasi Pembangkit EBT 35 Persen Tahun Ini

Listrik Tenaga Surya Jadi Kunci Swasembada Energi Indonesia, Prabowo: Hitungan Saya Tidak Lama Lagi

Puji Inovasi Energi Terbarukan Dewacoco, Gubernur Malut Tegaskan Komitmen Kolaborasi Pemprov

Demi Olah Sampah Jadi Energi Listrik, Sejumlah Aturan Bakal Dipangkas

Pemerintah Larang Pembuangan Sampah di Lahan Terbuka, Bakal Langsung Diolah Jadi Energi Listrik

Fraksi Golkar Sarankan Prabowo Dorong Investasi Sektor Energi Terbarukan

Bukan EV, Menurut Toyota, Masa Depan Otomotif Adalah Hidrogen

China Gelontorkan Rp 179 T untuk Proyek Energi Surya, Angin, dan Batu Bara

IPA Convex 2024 Kembali Digelar, Berfokus pada Ketahanan Energi

Nuklir, Hidrogen, Amonia Masuk Bahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan
