Media New York Tulis tentang Bubble Tea, Warganet Nyinyir


Bubble Tea (Foto: Instagram/s_lily___)
MEDIA besar New York Times (NYT) dikenal selalu memiliki berita yang update dan faktual. Namun, berita yang dipublikasikan 16 Agustus lalu di NYT dianggap basi, sehingga warganet nyinyir di media sosial. Tentang apakah itu? Ternyata bubble tea, atau yang sering disebut dengan "boba".
Judul asli artikelnya adalah "The Blobs in Your Tea? They're Supposed to Be There" (Gumpal dalam Tehmu? Mereka Memang Seharusnya Ada di Situ). Para pengguna Twitter menganggap media ini terlambat dalam menangkap tren dan menjadikannya contoh kasus bahwa media harus lebih merangkul keberagaman.
BuzzFeed mengatakan, bahwa gerai minuman asal Taiwan ini ada puluhan, bahkan mungkin ratusan di New York. Jadi, tidak ada alasan untuk sang reporter tidak melewatinya begitu saja dalam jangka waktu yang lama.
Namun, cara sang penulis memperkenalkan boba seperti seseorang yang baru pertama kali ke Starbucks dan bingung memilih menu. Selain itu, pemilihan kata "exotic" (eksotik), "complicated" (rumit), "Far East" (Timur Jauh), dan "blob" (gumpal) untuk mendeskripsikan boba seakan membuat minuman ini sangat asing.
NYT discovers "exotic", "complicated" bubble tea...after nearly 30 years. This whole paragraph kills me. https://t.co/4GwiIQnkHo pic.twitter.com/Q8SYWK70Bx
— Karen Hao (@_KarenHao) August 17, 2017
"NYT menemukan bubble tea yang 'eksotik', 'rumit'...setelah hampir 30 tahun. Satu paragraf ini membunuh saya," tulis Karen Hao.
Setelah banyaknya kritik berdatangan, NYT mengubah judulnya menjadi "Bubble Tea, Long a Niche Favorite, Goes Mainstream in the U.S." (Bubble Tea, Favorit Sejak Lama, Jadi Umum di AS). Salah satu editornya pun kemudian menulis pesan di bawah judul, "Kami berharap kami mengambil pendekatan topik yang berbeda. Pastinya masih ada cerita dalam perkembangan bisnis bubble tea di AS, tapi tidak dimungkiri jika minuman ini telah ada sejak lama. Dan kami menyesalkan kesan yang dibangun oleh artikel aslinya, yang telah kami revisi dengan banyak pertimbangan."
What. So tone deaf @nytimes. Also, didn't bubble tea "go mainstream" like a decade ago? https://t.co/LqAf6O4fAh
— Liz LaBrocca (@girlandpepper) August 17, 2017
Judul tersebut pun masih pula mendapat kritikan. Salah satunya Liz LaBrocca, yang menulis, "Apa. Sangat tidak peka @nytimes. Dan, bukankah bubble tea 'jadi mainstream' sejak hampir satu dekade lalu?" Pengguna Twitter lainnya, Alex Jung, berkomentar, "Blog makanan kalian butuh lebih banyak teman-teman Asia."
Kini, judul artikel tersebut diubah lagi menjadi "Bubble Tea Purveyors Continue to Grow Along With Drink's Popularity" (Penyetok Bubble Tea Terus Bertumbuh Bersamaan dengan Popularitas Minuman Ini). Sejatinya, bubble tea telah ada sejak sekitar tahun 1980-an, yang dimulai di sebuah kota di Taiwan bernama Taichung. Di Indonesia sendiri minuman ini cukup berkembang di tahun 2000-an dan kian merajalela pada sekitar tahun 2010. Hal itu terlihat dari banyaknya gerai-gerai kecil, baik di mal ataupun gerobak, yang menjual minuman jenis ini. (*)
Anda juga bisa membuat bubble tea sendiri, lho, Sahabat MerahPutih. Lihat resepnya di sini: Santan Bubble Tea, Minuman Dingin Menyegarkan Untuk Siang Hari.
Bagikan
Berita Terkait
Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Provokasi Bakar Bandara Soetta di TikTok, Pekerja Swasta Jadi Tersangka

Layanan TikTok Live Dikabarkan Dimatikan

Terima Challenge Ekstrem, Streamer Prancis Jean Pormanove Meninggal saat Siaran Langsung

Dewan Pers Mau Berantas Media Pakai Nama Mirip Lembaga Negara

Australia Masukkan YouTube ke Larangan Media Sosial untuk Anak-Anak di Bawah 16 Tahun

Legislator PKB Usulkan Pembatasan Akun Ganda Media Sosial dalam RUU Penyiaran

Keberatan Platform Digital User Generated Content Diatur UU Penyiaran

Mengenal PoliceTube, Platform Milik Polri yang Mirip dengan YouTube dan TikTok

16 Miliar Data Bocor, Pengguna Apple hingga Google Diminta Ganti Password
